Dalam buku pedoman terbarunya, Pentagon memutuskan untuk menghapus prinsip paling mendasar dalam Konvensi Jenewa yang secara eksplisit ‘melarang perlakuan yang menghina dan merendahkan’ orang yang dalam status tahanan.
Hal tersebut diungkap Surat kabar Los Angeles Times edisi Senin (5/6), mengutip pernyataan seorang pejabat yang sangat tahu tentang perdebatan di Pentagon soal perlakuan terhadap para tahanan.
"Pemikirannya adalah bahwa mereka membutuhkan fleksibilitas untuk melakukan teknik-teknik yang kejam jika militer memang membutuhkannya," kata pejabat itu seperti dikutip Los Angeles Times.
Selama lebih dari setahun ini, Pentagon berupaya memperbaharui kebijakannya dalam hal perlakuan terhadap para tahanan di penjara. Pentagon ingin membuat buku pedoman (Army Field Manual) interogasi yang baru, lengkap dengan petunjuknya dan akan menjadi buku pedoman instruksi bagi semua pasukan AS yang bertugas di seluruh dunia.
Buku pedoman baru ini rencananya akan diterbitkan bulan September. Awalnya, Pentagon menargetkan buku pedoman tersebut sudah diterbitkan akhir April, tapi ditunda karena sejumlah senator di AS keberatan dengan sejumlah pasal yang membolehkan teknik interogasi yang kejam terhadap tahanan dari kalangan pejuang.
Keputusan AS untuk menghilangkan pasal perlindungan hak asasi manusia yang tercantum dalam kesepakan internasional Konvensi Jenewa menandai perubahan besar dalam kebijakan AS.
Selama ini ada kebijakan resmi bagi militer AS agar mematuhi standar minimum dalam memperlakukan semua tahanan seperti yang tercantum dalam Konvensi Jenewa. Namun setelah serangan 11 September, pemerintahan Bush mengabaikan Konvensi itu dalam penangkapan orang-orang yang oleh Bush disebut sebagai ‘tersangka’ pelaku aksi teror.
Di antara pedoman yang kini sedang diperbaharui AS salah satunya adalah tentang pedoman operasi di penjara-penjara AS. Para pengacara di dinas kemiliteran dan pejabat departemen pertahanan mendesak agar dilakukan pembaharuan terhadap dokumen yang dikenal sebagai DoD (Department of Defence) Directive 2301 agar kembali mengacu pada Common Article 3 yang ada dalam Konvensi Jenewa, di mana dalam pasal itu disebutkan larangan penyiksaan dan perlakuan kejam, baik terhadap tahanan yang dikatagorikan sebagai pejuang maupun tahanan perang biasa.
Namun menurut sumber-sumber di pemerintahan, desakan para pengacara dan sejumlah pejabat di departemen pertahanan agar AS tetap mengacu pada Article 3 ditentang oleh kantor Wakil Presiden Dick Cheney dan kalangan intelejen di Pentagon.
Deplu AS Menentang
Departemen luar negeri AS dengan tegas juga menentang dihapuskannya pasal perlindungan yang ada di Konvensi Jenewa dan meminta Pentagon serta Gedung Putih untuk mempertimbangkan kembali posisinya.
Deplu AS beranggapan dengan tetap mengadopsi Article 3 dalam Konvensi Jenewa, akan membuat pemerintahan AS lebih solid dalam masalah ‘moral’ dan akan mempermudah kebijakan luar negeri AS. Deplu AS juga meyakini dengan mengintegrasikan Konvensi Jenewa ke dalam pedoman yang baru, sekaligus menunjukkan pada sekutu-sekutu AS bahwa militer AS mengikuti ‘standar umum’ dan tidak membuat peraturan sendiri.
"Seluruh dunia saat ini sangat meyakini bahwa kita sedang sibuk menyiksa orang. Entah benar entah tidak, fakta bahwa kita selalu menolak untuk memberikan perlindungan dalam pedoman formal kita ibarat bensin yang disiramkan ke api," kata Oona A. Hathaway, seorang pakar hukum internasional dari Yale Law School.
Belakangan ini, militer AS memang sedang dihantam berbagai kasus pelanggaran hak asasi manusia, mulai dari skandal Abu Ghraib, kamp penjara Guantanamo dan kasus pembunhan warga sipil dalam perang mereka di Irak. (ln/iol)