Ribuan warga Libanon yang mengungsi selama perang Israel-Hizbullah, mulai kembali ke tempat asal mereka, menyusul gencatan senjata yang mulai diberlakukan Senin (14/8) kemarin. Walau rumah-rumah mereka hancur, optimisme tetap tersirat di wajah mereka. Sejumlah warga bahkan memuji keberhasilan Hizbullah mengalahkan Israel.
"Saya merasa gembira," kata Ibrahim Awada, meski toko grosir dan rumah miliknya rata dengan tanah.
"Gedung-gedung ini bisa dibangun kembali. Yang penting bagi saya adalah bahwa Hizbullah sudah mengalahkan Israel," ujarnya dengan nada gembira.
Seorang polisi bernama Sameeh Srur terlihat berpelukan dengan sejumlah pejuang Hizbullah dan mencium kedua pipi mereka.
"Ya, ini terlihat seperti Leningrad," kata Srur merujuk nama kota di Soviet yang hancur ketika melawan pendudukan Jerman pada masa perang dunia II.
"Tapi kami telah membuat Israel bertekuk lutut. Ini menunjukkan bahwa Hizbullah adalah pasukan terkuat di Timur Tengah," tandasnya.
Adel Abbas yang tinggal di sebuah desa dekat kota Tyre mengatakan, ia kembali untuk memastikan bahwa rumahnya baik-baik saja. "Jika Israel memegang kata-katanya dan patuh pada gencatan senjata, saya akan membawa keluarga saya kembali ke rumah besok," kata Abbas.
"Sejak hari pertama, Hizbullah mengatakan pada kami bahwa mereka akan membawa kami pulang kembali ke rumah, dan sekarang mereka memenuhi janjinya. Terima kasih Sayed Hassan Nasrallah," ujar seorang wanita dengan bangga sambil membuat simbol V dengan jarinya yang berarti kemenangan.
Didekat perbatasan, di Bint Jbeil, tanda-tanda kehidupan pertama yang terlihat ada sekelompok pejuang Hizbullah. Beberapa di antara mereka terluka.
"Saya melepaskan tembakan terakhir saya pada jam 8 pagi. Israel memang kuat, tapi berkat perlawanan kami, kami menang," kata seorang pejuang.
Ia dan kelompok pejuang yang lainnya berasal dari wilayah Aitta Shaab. Ditanya bagaimana mereka bisa bertahan dari gempuran senjata artileri, tembakan dari helikopter dan pesawat tempur F-16 milik Israel, pejuang dari kelompok Perlawanan Islam-sayap militer Hizbullah-menjawab, "Tuhan bersama kami."
Di sebuah rumah sakit yang luput dari serangan bom, para staff rumah sakit mengatakan bahwa mereka bertahan dengan makanan kaleng dan berlindung dari bom dalam sebuah ruangan sempit. Alasan mereka tetap bertahan, "Kami tidak mungkin meninggalkan mereka (para pasien)," kata seorang perawat.
Warga Libanon lainnya, Hanan Nasr, remaja putri berusian 18 tahun mengatakan,"Kami siap tidur di jalan-jalan demi Hassan Nasrallah."
Ditanya bukankah Hizbullah yang mengawali konflik, Nasr menjawab,"Saya yakin, sebelum serdadu Israel diculik, Israel pasti melakukan sesuatu."
Warga Libanon berharap bisa memulai kehidupan mereka kembali seperti sediakala. Harapan itu terlihat dari sinar mata mereka. Dari kejauhan, dari menara sebuah masjid, terdengar lantunan ayat-ayat suci Al-Quran.
Sementara dari sisi lain, dikejauhan nampak pos-pos perbatasan Israel. Para tentara yang berjaga bisa dipastikan melihat kondisi wilayah Libanon dan mendengar lantuan ayat suci Al-Quran itu. (ln/theguardian/iol)