Bagi sebagian warga Libanon, serangan Israel kali ini bukan yang pertama kalinya yang membuat mereka terpaksa menjadi pengungsi. Meski kini harus hidup dalam kesulitan, warga Libanon tetap memiliki semangat hidup dan pantang menyerah terhadap penderitaan yang disebabkan oleh kekejian Israel.
"Kami mencari perlindungan di sini setelah kami berhasil lolos dari bombardir Israel yang membabi buta," kata Zahra Zilzal pada situs Islamonline.
Seperti ratusan keluarga lainnya, Zahra bersama lima anaknya yang masih kecil-kecil, memilih mengungsi dari rumahnya di Libanon selatan dan kini tinggal di sebuah ruang kelas sekolah menengah di Beirut.
"Kami sudah ‘mendaftar’ di sekolah ini dan tidak tahu kemana lagi kami harus pergi," ujar Zahra sambil menahan tetes air matanya. Hari ini adalah hari ke-16 mereka mengungsi di sekolah itu.
"Kami meninggalkan desa Deir Qanoun bersama saudara perempuan saya dan anak-anaknya begitu Israel memulai serangannya. Kami beruntung bisa selamat dalam perjalanan yang penuh resiko," imbuhnya.
"Beberapa keluarga ada yang terbakar di dalam kendaraannya setelah pesawat tempur Israel menjatuhkan bom pada mereka," kisah Zahra.
Bagi sebagian warga Libanon, ini bukan yang pertama kalinya bagi mereka menjadi pengungsi akibat serangan Israel.
"Ini adalah yang kelima kalinya, ibu Saya harus meninggalkan rumahnya selama bertahun-tahun serangan Israel di selatan," kata Abbas mengisahkan nasib ibunya, Mariam yang berusia 75 tahun. Mariam sendiri, nampak sedang rebahan di salah satu ruang kelas.
"Dia kehilangan ayah dan saudara laki-lakinya akibat pengeboman Israel pada tahun 1975. Selama 30 tahun, Dia sekarang melihat cucu cucu nya hidup dalam kondisi yang sama di bawah mimpi buruk Israel," tutur Abbas sambil berlinang air mata.
Naqiyah, 48, pengungsi lainnya mengatakan, mereka tidak punya apa-apa lagi setelah serangan Israel menghancurkan rumah-rumah mereka.
"Kami telah kehilangan segalanya. Biarlah seluruh dunia hanya bisa menyaksikan penderitaan kami yang tiada akhir di tangan tentara Israel yang barbar," ujar Naqiyah.
"Kami akan kembali dan kami akan melanjurkan perjuangan," sambung Najwa, cucu Naqiyah yang masih berusia lima tahun.
Meski hidup dalam kesulitan dan penderitaan, keluarga-keluarga Libanon yang kini menjadi pengungsi tetap menunjukkan ketabahannya.
"Kami tidak akan menyerahkan barang se-inci-pun tanah air Kami pada Israel," tandas Ali, 16 tahun.
"Kami semua mendukung perlawanan," sambung Zahra,69, sambil membuat simbol kemenangan.
Zahra Zilzal sepakat. "Para pejuang akan membantu Kami kembali ke rumah, jika hukum internasional gagal melakukannya," katanya penuh semangat. (ln/iol)