Pembentukan pemerintahan koalisi di Palestina masih terganjal masalah posisi menteri dalam negeri. Fatah dan Hamas masih belum sepakat menunjuk orang yang dianggap pas untuk posisi tersebut.
Salah seorang penasehat Presiden Mahmud Abbas pada para wartawan di Ramallah, Selasa (13/3) mengakui adanya hambatan tersebut. "Ini adalah kendala nyata bagi tercapainya kesepakatan final, " ujarnya.
Sementara Abbas dan Ismail Haniyah selasa malam bertemu di Gaza dan mengatakan pengumuman susunan pemerintahan koalisi tinggal selangkah lagi.
Abbas memberikan wewenang pada Hamas untuk memilih siapa yang akan duduk sebagai menteri dalam negeri. Namun Abbas memiliki hak veto dan sejumlah kandidat yang diajukan Haniyah selalu ditolak Abbas. Begitu juga dengan Hamas, menolak sekitar 12 kandidat yang diajukan Abbas.
Abbas berharap Haniyah akan memberikan nama kandidat baru dalam pertemuan Selasa malam. Namun sejumlah pejabat Palestina mengatakan, belum jelas apakah nama yang diajukan itu akan disepakati.
"Posisi menteri dalam negeri masih jadi persoalan, " kata Tayyeb Abdul Rahim, penasehat Abbas.
Terkait dengan nama-nama baru calon mendagri itu, sumber-sumber yang tidak mau disebut namanya juga mengatakan, "Terserah pada presiden. Hamas hanya ingin menyelesaikan tugas ini secepat mungkin. "
Tetapi pertemuan Abbas-Haniyah Selasa malam, tidak menghasilkan kesepakatan apapun termasuk masalah posisi menteri dalam negeri. Kedua pemimpin Palestina itu hanya mengatakan akan ada pengumuman selanjutnya dalam dua hari mendatang.
Selain menteri dalam negeri, posisi menteri lainnya dalam kabinet bersatu termasuk menteri keuangan dan menteri luar negeri sudah disepakati. Pemilihan calon menteri dalam negeri berlangsung alot, karena posisi ini merupakan posisi yang strategis dalam pemerintahan Palestina. Pasalnya, seorang mendagri juga akan membawahi dan mengontrol pasukan keamanan Palestina. (ln/aljz)