Pakar Timur Tengah di Inggris John R Bradley mengungkapkan keyakinannya bahwa Mesir tengah menuju kehancuran dan Saudi ke arah masa depan yang misterius.
Penilaian Bradley itu diungkapkannya dalam sebuah wawancaran dengan harian Mesir Al-Mishr Al-Yaum, Senin (28/5). Dalam wawancara itu Bradley menjelaskan persaingan Mesir versus Saudi untuk menjadi pemimpin di dunia Arab, tabiat hubungan AS dengan kedua negara itu dan masa depan Mesir melihat situasi dalam negeri Mesir sekarang ini.
"Mesir sedang menuju kehancuran. Saya sudah menghabiskan waktu (di Mesir) selama 18 bulan, lalu saya berangkat ke Saudi, kemudian saya kembali (ke Mesir) dan tinggal satu tahun. Selama rentang waktu itu saya memperhatikan kemunduran sangat cepat pada setiap sektor. Orang kaya makin makmur dan orang miskin makin kere, " papar Bradley.
Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa harga-harga di Mesir sudah naik tiga kali lipat sejak tahun 1999, sementara gaji para pekerja tidak berubah.
Lebih jauh pakar Timur Tengah itu melihat bahwa saat ini di Mesir rasa pesimis dan kemarahan menyeruak di mana-mana. Tinggal menunggu waktu meletusnya perubahan secara dramatis. Pasalnya, kata Bradley, saat ini rakyat Mesir hidup dalam masa yang sangat sulit seperti pada masa sebelum meletusnya Revolusi 1952 dan seperti saat sebelum terbunuhnya Sadat.
Selain itu, Bradley masih melihat bahwa revolusi merupakan pilihan terakhir rakyat Mesir. "Rakyat Mesir masih mengedepankan perdamaian dan stabilitas, " kata dia sambil menegaskan bahwa revolusi berdarah hanya akan membawa negara kembali ke belakang.
Saat ditanya terkait putra presiden Mesir Jamal Mubarak yang dinila banyak kalangan tengah berupaya untuk menjadi orang nomor satu di Mesir, Bradley tidak begitu banyak berharap. "Menurut saya, tak penting siapa yang akan berkuasa di Mesir. Karena, ia tetap saja akan menjadi seorang diktator seperti seniornya dan orang-orang kaya yang berperang akan terus mencuri negara ini sampai kekayaannya habis terkuras, " kata dia.
Bradley berkeyakinan bahwa yang perlu dirubah bukan orangnya tapi sistemnya. "Saya kira rezim itu yang harus dirubah, bukan orangnya, " tegas dia.
Sementara terkait situasi Saudi dan kinerja keluarga kerajaan di bawah kendali Raja Abdullah Bin Abdul Aziz dibandingkan dengan kepemimpinan mendiang Raja Fahd, Bradley melihat bahwa ada perbedaan tipis antara keduanya dalam hal kebijakan dalam negeri.
Namun demikian ia berkomentar, "Kediktatoran masih ada dan terus berlangsung. Tapi Raja Abdullah sedikit lebih baik dari pendahulunya. "(ilyas/iol)