Ayman Khalid, wartawan senior pada majalah Al-Aman Lebanon sekaligus pengamat politik Arab, mengkritik siap diam bangsa dan pemimpin negara-negara Arab terkait tragedi yang menimpa saudara seiman mereka di Xinjiang beberapa hari lalu.
Jum’at (17/7) kemarin, Khalid menurunkan tulisannya dengan judul menggugah: Indama Yatakallamu Irdughan wa Yaskutu Zu’amauna al-Arab (Ketika Erdogan Angkat Suara dan Para Pemimpin Kita Tetap Bisu). Melalui tulisannya, Khalid mengkritik sikap "diam seribu bahasa" para pemimpin negara-negara Arab sekaligus sikap pasif bangsa Arab atas kasus Xinjiang.
Justru, kata Khalid, para pemimpin dan bangsa dari luar Arab-lah, semisal Iran dan Turki–termasuk juga Indonesia–yang menampakkan sensitifitas mereka sekaligus solidaritas mereka terhadap masalah Muslim Xinjiang, juga masalah-masalah keislaman di belahan dunia lainnya.
"Di tengah kian mengasat matanya masalah diskriminasi di Xinjiang yang mayoritas penduduknya Muslim, tak ada satu pun dari pemimpin Arab yang menanggapi. Justru, Erdoganlah yang pertamakali menunjukan sensitifitasnya terhadap masalah itu," kata Khalid.
Ditambahkan Khalid, Erdogan bukan saja diimpikan dapat memimpin rakyat Turki–yang berhasil membawa negaranya menjadi lebih baik dan bermartabat–, tetapi juga menjadi pemimpin bangsa Arab.
"Rakyat Arab banyak yang memimpikan mereka dipimpin oleh Erdogan, atau orang sepertinya. Mereka telah pesimis dan apatis terhadap pemimpin mereka sendiri (Arab), sebab para pemimpin itu justru menjadikan bangsa Arab menjadi lebih hina dan dilecehkan di mata dunia," tambah Khalid.
Masih terkait sikap di hadapan masalah Xinjiang, bangsa Arab, demikian Khalid, jangankan mengurusi nasib umat Muslim Uighur di bumi Turkistan Timur yang jauh itu, mengutusi nasib diri mereka sendiri bangsa Arab itu tak mampu.
"Bangsa Arab tak mampu menjaga dan mengurusi diri mereka sendiri, maka bagaimana mungkin mereka akan membantu dan mengurusi negeri yang jauh itu, yang penduduknya bersembahyang kepada Allah dan menghadap kiblat di Makkah, di negara Arab," kritik Khalid.
Sikap diam negara-negara Arab dalam kasus Xinjiang ini bukan saja disebabkan faktor "problem mental Arab" di atas semata, tetapi juga menyangkut kepentingan dagang dan ekonomi. Bagaimanapun, Cina, negara yang mencaplok Turkistan Timur (Xinjiang) dan menindasnya, adalah sekutu termesra hampir semua negara Arab, mulai dari Maroko, Mesir, Jordan, Irak, Sudan, Emirat, hingga Saudi.
Dapat dipastikan, Arab lebih mementingkan urusan "fulus" dengan China dari pada memilih bereaksi terhadap isu Xinjiang, karena pastilah reaksi itu akan mengganggu dunia "fulus" Arab-China. (sl/amn)