Sejumlah veteran perang Irak yang kini bertugas di basis militer di New York mengungkapkan, moral pasukan AS yang bertugas di Irak sangat buruk. Banyak di antara mereka yang sebenarnya berbohong, lapor ke atasannya patroli padahal mereka memarkir kendaraan militer Humveenya dan berpura-pura melakukan apa yang disebut misi "cari dan menghindar."
"Moral betul-betul sudah sampai pada titik terendah, " kata Phil Aliff, seorang prajurit yang masih bergabung dengan 10th Mountain Division dan ditempatkan di Fort Drum. Ia pernah bertugas di Irak selama setahun, di wilayah rawan Fallujah dan Abu Ghraib.
Menurut Aliff-yang mengaku masuk militer karena desakan ekonomi-kebanyakan anggota pletonnya di Irak baru saja menyelesaikan tugas tempurnya di Afghanistan. Tugas pasukannya, menurut Aliff, sebenarnya untuk membantu agar pasukan Irak bisa mandiri, tapi kenyataannya mereka juga bertempur tanpa dukungan dari pasukan Irak yang diharapkan nantinya mampu mengendalikan situasi di Abu Ghrain, sebelah barat Baghdad.
Aliff mengaku pernah 300 kali ikut patroli di Baghdad dan sering mengalami serangan bom yang ditanam di jalan-jalan. "Hal itu membuat moral kami jatuh, oleh sebab itu kami memutuskan untuk tidak terlalu sering patroli untuk menghindar dari serangan-serangan bom itu, " ujar Aliff.
"Kami hanya pergi ke lapangan terbuka dan ke taman, lalu menelpon basis kami setiap jam dan mengatakan bahwa kami sedang mencari senjata-senjata di lapangan dan segala sesuatunya baik-baik saja, " sambung Aliff.
Aliff sendiri mengalami stress karena trauma (post-traumatic stress disorder-PTSD) atas kejadian-kejadian yang pernah dialaminya di Irak. Ia menolak ditugaskan kembali bersama unitnya ke Negeri 1001 Malam itu.
Pada Inter Press Service ia mengungkapkan bahwa militer AS rencananya akan "membebastugaskannya" karena dokter mengklaim PTSD yang dialaminya diklaim "tidak bisa ditangani" lagi.
Data Departemen of Veterans Affairs (DVA) menyebutkan, jumlah veteran perang Irak dan Afghanistan yang harus menjalani perawatan akibat PTSD meningkat hampir 70 persen dalam satu belakangan ini. Bentuk gangguan yang paling panyak diderita pasukan AS yang pernah bertugas di Irak dan Afghanistan adalah gangguan kesehatan mental.
Beberapa veteran perang Irak yang masih bertugas menceritakan hal yang sama dengan Aliff bahwa banyak pasukan AS di Irak yang melanggar perintah komandannya agar tidak menjadi korban serangan para pejuang Irak.
Menurut Eli Wright, itu merupakan taktik yang biasa dilakukan, banyak pasukan yang melakukan taktik tersebut. "Kami hanya luntang lantung, mendengarkan musik, merokok dan pura-pura berpatroli, " ujar Wright.
Sementara itu, prajurit lainnya bernama Nathan Lewis yang berada di Irak pada awal invasi mengeluhkan bahwa mereka tidak punya cukup bekal latihan untuk tugas-tugas yang dibebankan pada mereka, dan kurangnya kendaraan lapis baja untuk patroli mereka.
"Kami punya mortir yang mengandung fosfor putih, yang kemudian mengeluarkan asap putih dari belakang truk kami, ternyata itu karena kami menaruhnya dekat senjata lainnya yang sensitif, dan kami juga tidak dilatih dengan baik untuk menggunakan mortir itu dengan benar, " papar Lewis.
Dan tindakan para prajurit AS dengan berpura-pura sedang melakukan misi, padahal sedang menghindar dari tugas, dan itu merupakan hal yang biasa terjadi selama bertahun-tahun invasi AS di Irak. (ln/AsiaTimes)