Pengadilan Turki telah mengeluarkan surat perintah penangkapan bagi tokoh Turki Fethullah Gulen, atas tuduhan dugaan konspirasi kudeta
“Saya tidak yakin bahwa jaksa Turki dapat memiliki harapan mendapatkan Gulen di Turki,” ujar Howard Eissenstat, seorang profesor sejarah di St. Lawrence University yang telah banyak menulis tentang Turki, mengatakan kepada New York Times, Sabtu 20 Desember.
Sebagian besar media Turki melaporkan , pada hari Jumat, bahwa pengadilan Turki mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Gulen atas permintaan dari jaksa penuntut umum, Hasan Yilmaz yang menuduh Fathullah Gulen memimpin sebuah organisasi kriminal.
Ancaman hukumannya disamakan dengan hukuman terhadap operasi kelompok teroris bersenjata, yang diancam hukuman hingga 15 tahun penjara.
Hasan Yilmaz mengatakan bahwa “bukti nyata yang terbilang cukup yang menunjukkan bahwa Gulen melakukan kejahatan, data data tersebut dikumpulkan selama penyelidikan,” Guardian melaporkan.
Media resmi Anadolu News Agency melaporkan bahwa jaksa mengatakan kepada pengadilan mereka bahwa mereka memiliki bukti yang menunjukkan bahwa Gulen “telah melakukan kejahatan” tetapi ia tidak bisa dibawa paksa ke pengadilan karena Gulen menetap di luar negeri.”
Surat perintah ini akan menjadi dasar permintaan untuk melakukan ekstradisi kepada Amerika Serikat.
Ditanya tentang surat perintah ekstradisi ini pada hari Jumat, Jen Psaki, juru bicara Departemen Luar Negeri, mengatakan, “Sebagai suatu kebijakan yang sudah berjalan lama (terhadap Gulen), Departemen Luar Negeri tidak mengomentari permintaan ekstradisi atau mengkonfirmasi atau menyangkal bahwa permintaan ekstradisi dapat dilakukan.”
Keputusan pengadilan Turki ini telah banyak dikritik dari kalangan sekuler Turki serta kelompok hak asasi Manusia.
Aliansi untuk Shared Values, sebuah kelompok nirlaba yang berfungsi sebagai wadah organisasi yang berafiliasi dengan gerakan Hizmet, yang dipimpin oleh Fathullah Gulen di AS, telah mengeluarkan pernyataan yang mengkritik keputusan tersebut.
“Keputusan tidak terduga, itu sangat mengecewakan , melihat pemerintah secara terbuka menyalahgunakan kekuasaannya untuk memastikan kontrol mutlak atas warganya,” pernyataan itu dikutip oleh surat kabar Zaman hari ini.
“Alih-alih mengakui Fathullah Gulen selama puluhan tahun tentang jasanya tanpa pamrih dalam mempromosikan demokrasi, pendidikan dan dialog, ternyata Pemerintah Erdogan menggunakan tuduhan palsu untuk menindas dan melecehkan rakyatnya sendiri,” tambahnya.
Pada hari Jumat, pengadilan Turki juga menahan eksekutif media dan tiga orang lainnya, ditahan dalam penggerebekan pada hari Minggu karena media tersebut memiliki hubungan dengan Gulen, dalam tahanan mereka semuanya dituduh sebagai anggota kelompok teroris.
Fathullah Gulen, 73 tahun , kini menetap di Pennsylvania sejak tahun 1999, ia melarikan diri dari Turki pada tahun 1990-an setelah dituduh merencanakan untuk menggulingkan pemerintah sekuler Turki.
Dakwaan terhadap dirinya dibatalkan pada tahun 2006, setelah pemilihan umum yang memunculkan PM terpilih Recep Tayyip Erdogan dan kemenangan partai Keadilan dan Pembangunan (AKP).
Hubungan Erdogan dan Gulen meningkat dalam menangani kekuasaan di Turki sejak tahun 2002, meski mereka keduanya beroperasi secara independen pada 1980-an dan 1990-an.
Kehadiran keduanya menghasilkan harmoni yang menciptakan “New Turki,” yang kehadirannya terasa di seluruh dunia, dari pendidikan hingga kebijakan luar negeri.
Namun demikian, ketegangan antara keduanya menjadi perseteruan tahun lalu ketika Erdogan menuduh Gulen menghasut adanya penyelidikan korupsi yang melibatkan pejabat birokrasi , penegak hukum, peradilan dan pengusaha kalangan elit.(OI/KH)