Motif dibalik aksi penembakan yang dilakukan Mayor Nidal Hassan di basis militer AS Fort Hood, Texas beberapa waktu lalu, mulai terkuak. Pengacara Hassan, John Galligan mengungkapkan, diduga diskriminasi berlatar belakang agama yang mendorong kliennya itu melakukan aksi berdarah yang menyebabkan 13 orang tewas dan 42 orang luka-luka.
Menurut Galligan, seorang polisi militer melarang Hassan berdoa dalam bahasa Arab yang ditengarai membuat Hassan kesal. "Hasan sedang bicara di telepon dengan salah seorang kerabatnya dan membaca ayat-ayat Al-Quran dalam bahasa Arab. Tiba-tiba seorang polisi militer menghampirinya dan menyuruhnya berhenti bicara dalam bahasa Arab," kata Galligan.
"Mereka bilang Hassan tidak boleh bicara dalam bahasa Arab, yang menurut saya larangan itu merupakan pelanggaran atas hak beragama Hassan," sambung Galligan.
Hassan yang bekerja sebagai psikiatri di kemiliteran AS saat ini menderita lumpuh dari bagian dada ke bawah akibat luka tembakan dan masih dalam perawatan di Rumah Sakit Brooke Army Medical Centre, San Antonio. Aparat militer di Fort Hood terpaksa menembak Hassan untuk menghentikan aksi penembakan yang dilakukannya.
Pihak militer AS sebelumnya mengaitkan aksi penembakan yang dilakukan Hassan dengan jaringan ekstrimis Islam karena Hassan diketahui pernah menjalin kontak dengan Anwar Al-Awlaki- seorang da’i yang di AS dianggap radikal. Spekulasi lainnya menyebutkan bahwa motif penembakan karena Hassan menolak berperang melawan sesama Muslim dan untuk itu ia menolak ditugaskan ke Irak dan Afghanistan.
Militer AS memberlakukan berbagai pembatasan terhadap Hassan, antara lain Hassan hanya boleh menggunakan bahasa Inggris jika bicara dengan orang yang menjenguknya atau saat bicara lewat telepon. Hassan hanya boleh bicara dengan bahasa Arab jika didampingin penerjemah. Pengacara dari pihak militer AS mengatakan, pembatasan itu dilakukan sesuai protokol yang berlaku di kemiliteran terhadap prajurit yang berada dibawah pengawasan militer.
"Militer bisa memberlakukan pembatasan-pembatasan atas aktivitas dan ruang gerak Hassan dan pembatasan semacam itu beralasan," kata Jeffrey Addicott, mantan konsultan hukum senior untuk pasukan elit AS Baret Hijau dan sekarang menjabat sebagai direktur Centre for Terrorism Law di Universitas St. Mary, San Antonio.
Menurut Addicot, dari berkas-berkas laporan tentang Hassan, Hassan dulunya cuma bisa berbahasa Inggris dan kemudian ia belajar bahasa Arab. "Militer menilai Hassan bisa menimbulkan resiko keamanan dan bahasa Arab yang ia gunakan dicurigai bukan karena ia sedang berdoa tapi ada motif lain," ujar Addicot.
Sementara, para pejabat di Fort Hood menolak berkomentar atas dugaan bahwa motif penembakan yang dilakukan Hassan karena terkait masalah agama. (ln/iol/ABC)