“’Ini terkait dengan konsep persaudaraan (dicatat oleh beberapa narasumber kami), atau “ummah” yang berarti “komunitas orang beriman”.’ Ini berarti bahwa ketika seorang Muslim mendengar atau membaca tentang seorang Muslim lain yang menjadi korban di daerah, nasional dan bahkan tingkat internasional, mereka cenderung mengalami trauma perwakilan, atau ‘berbagi penderitaan’,” jelas dia lebih lanjut.
Mark bersama timnya melakukan penelitian dengan 18 responden. Orang-orang yang diwawancarai diambil samplenya melalui kemitraan Universitas Sussex dengan organisasi-organisasi Muslim melalui teknik snow ball. Responden berkisar antara usia 18 hingga 59 tahun. Jenis kelamin yaitu 12 laki-laki dan 6 perempuan, dengan latar belakang etnis 4 orang warga negara Bangladesh, 4 ras campuran, 2 warga negara Arab Saudi, 2 Muslim, dua tidak disebutkan, 1 Bangladesh-Inggris, 1 Pakistan-Inggris, 1 India, dan 1 Muslim Afghanistan.
Dari hasil penelitian tersebut mengatakan bahwa rasa trauma Muslim pada serangan Christchurch sehubungan dengan konselor dan terapis. Artinya adalah paparan emosional bagi Muslim yang mendengar cerita korban, juga menjadi saksi rasa sakit, ketakutan, dan teror yang dialami oleh para korban.
Oleh karena itu, sangat menarik bahwa umat Islam harus merasa seperti itu terhadap suatu kelompok yang mungkin tidak terikat secara pribadi atau tidak melakukan kontak langsung dengan mereka, seperti Muslim di sisi lain dunia. Penelitian tersebut cukup masuk akal karena Nabi terakhir Islam, Nabi Muhammad, berkata, ‘Umat ini seperti satu tubuh, jika satu bagian terluka, maka seluruh tubuh menderita’. Hadits tersebut didedikasikan untuk memperkuat suara-suara Muslim di seluruh dunia. (ns)