Pendidikan dan Tempat Pemakaman, Persoalan Utama Warga Muslim di Jepang

Perkembangan agama Islam di negeri Sakura, Jepang memiliki sejarah yang cukup panjang. Menurut Dr. Satoro Nakamura, informasi-informasi pertama tentang orang-orang Arab dan Islam di Jepang ditulis oleh Arai Hakuseki. Sedangkan orang Jepang pertama yang masuk Islam bernama Torajiro Yamada, ketika ia sedang berkunjung ke Turki. Disusul kemudian oleh Bumpachiro Ariga yang masuk Islam karena pengaruh warga Muslim lokal ketika ia melakukan perjalanan dagang ke Bombai.

Berbicara di hadapan kaum intelektual dalam acara Forum Budaya ke-6 di Al-Qatif, Arab Saudi pekan kemarin, Dr. Nakamura mengisahkan bagaimana perkembangan agama Islam di negara Matahari Terbit itu.

Menurutnya, masjid pertama di Jepang didirikan pada 1931 di kota Nagoya dan atas bantuan para pengungsi Muslim asal Asia, masjid kedua didirikan pada 1935 di kota Kobe dan masih berdiri hingga sekarang. Sebelum perang dunia II, sudah ada sejumlah organisasi Islam di Jepang. Ketika perang dunia II usai, dibentuklah Asosiasi Muslim Jepang. Asosiasi ini mengirim beberapa siswa untuk belajar ke Al-Azhar, Mesir antara tahun 1957-1965, ke Teluk Persia pada era tahun 1970-an dan ke Malaysia serta Indonesia.

Bersamaan dengan krisis minyak dunia di era tahun 1970-an, bahasa Arab mulai diajarkan di seluruh Jepang dan ada beberapa wanita Jepang yang menikah dengan para pengusaha asing Muslim. Para pengusaha Muslim ini banyak berdatangan ke negeri Matahari Terbit ketika ekonomi negara itu sedang maju-majunya di era 1980-an.

Dr. Nakamura mengungkapkan, ada dua persoalan utama yang saat ini dihadapi Muslim Jepang, rendahnya tingkat pendidikan dan tempat pemakaman. Tempat pemakaman bagi warga Muslim yang ada sekarang adalah milik Asosiasi Muslim Jepang, berlokasi di Yamanachi sekitar 300 km dari kota Tokyo.

Dalam hal pendidikan, Muslim Jepang cukup terbantu oleh pemerintah Arab Saudi yang mendirikan Institute Studi Arab dan Islam pada 1983. Isntitut ini berafiliasi dengan Universitas Imam Muhammad Ibnu Saudi.

"Di sekolah-sekolah di Jepang Islam diajarkan hanya dari perspektif sejarahnya saja, padahal para siswa perlu juga memahamai isu-isu politik kontemporer secara lebih baik," kata Nakamura.

Data statistik tahun 2005 menunjukkan jumlah warga Muslim di Jepang sekitar 70 ribu orang. Mereka bisa beribadah di lebih dari 15 masjid dan 16 musholla. Komunitas Muslim terbesar berada di kota Kobe.

Dr. Satoro Nakamura adalah sarjana bahasa Arab lulusan Universitas Tokyo pada 1993. Ia meraih gelar doktor bidang studi Islam dari universitas yang sama pada 1998 dan mendapa gelar PhD pada 2002. Disertasinya berjudul "Formasi Negara Modern Saudi dan Dampaknya pada Kalangan Badui dan Penduduk Kota." Antara tahun 1994-1997, Nakamura bekerja sebagai atase khusus di kedutaan besar Jepang di Riyadh. Ia juga banyak menulis artikel tentang reformasi ekonomi dan politik di Arab Saudi dan tentang hubungan AS-Arab Saudi. (ln/AsharqAl-Awsat)