Pemulihan Ekonomi Amerika: Masihkah Buruk?

Dua tahun setelah para ekonom mengatakan bahwa Great Recession berakhir, pemulihan ekonomi Amerika menuju titik paling lemah dan paling miring sejak tahun 1930-an.

Setelah resesi sebelumnya, orang-orang di semua kelompok pendapatan cenderung untuk mendapatkan keuntungan. Kali ini, rakyat Amerika biasa berjuang dengan ketidakamanan pekerjaan, mereka terlalu banyak utang dan kenaikan gaji yang tidak sepadan dengan harga di toko kelontong dan pompa bensin. Sepertinya keuntungan perekonomian AS yang sedikit itu hanya lari ke kantong sebagian besar orang-orang terkaya di sana saja.

Upah dan keuntungan pekerja hanya mencapai 57,5 persen dari perekonomian, dan ini merupakan angka terendah sepanjang waktu. Sampai pertengahan 2000-an, angka ini sudah sangat stabil, yaitu bergeming di angka 64 persen.

Gaji eksekutif termasuk dalam kategori ini, namun peringkat dan pekerja jauh lebih tergantung pada upah reguler dan keuntungan. Dan malangnya, sebagian besar keuntungan perekonomian hanya dinikmati oleh investor dalam bentuk keuntungan perusahaan yang lebih tinggi.

"Semuanya dinikmati oleh para pemegang saham," kata David Rosenberg, kepala ekonom di Gluskin Sheff + Associates di Toronto.

Keuntungan perusahaan meningkat hampir setengahnya sejak resesi yang berakhir pada Juni 2009 silam. Dalam dua tahun pertama setelah resesi tahun 1991 dan 2001, laba masing-masing naik 11 persen dan 28 persen.

Analisis Associated Press menemukan bahwa CEO dari sebuah perusahaan besar memperoleh $ 9 juta tahun lalu.

Dan kenyataannya, inilah yang terjadi di Amerika sekarang ini:

– Pengangguran tidak pernah begitu tinggi selama ini—mencapai 9,1 persen—sejak Perang Dunia II. Pada titik yang sama setelah tiga resesi sebelumnya, pengangguran rata-rata hanya mencapai 6,8 persen.

– Upah per jam rata-rata pekerja, setelah memperhitungkan inflasi, adalah 1,6 persen lebih rendah dri Mei dari tahun sebelumnya. Kenaikan harga bensin dan makanan telah mengeruk semua pembayaran orang kebanyakan orang Amerika. (sa/abcnews)