Pemuda Muhammadiyah: China Gunakan Retorika Radikalisme untuk Benarkan Pembantaian Uighur

Kebijakan pemerintah China dalam membangun nasionalismenya lebih banyak dijalankan dengan cara-cara represi dan diskriminasi terhadap minoritas etnik Uighur di Xinjiang ketimbang memberikan sebuah empowerment.

“Diskriminasi tersebut terpotret secara jelas dengan tidak diakuinya identitas lokal etnik Uighur dengan memaksakan memberikan ‘identitas baru’ sebagai bangsa China,” katanya.

“Sementara identitas baru tersebut dapat menghilangkan identitas-identitas lokal yang telah lama melekat dalam diri masyarakat Uighur,” tambah Razikin.

Rentetan represi dan diskriminasi tersebut memunculkan pergolakan serta usaha-usaha pemberontakan.

Sebab menurut Razikin, semakin orang direpresi, orang akan semakin memberontak. Aksi-aksi separatisme yang belakangan terjadi di China bisa jadi merupakan manifestasi dari rasa frustasi masyarakat Uighur karena terus mengalami diskriminasi.

“Karena itu Pemerintah China menggunakan retorika melawan radikalisme, ekstrimisme dan terorisme untuk membenarkan tindakan pembantaian terhadap muslim Uighur dan itu merupakan pelanggaran hak asasi manusia, karena itu kami sangat mengecamnya,” tandasnya. [end]