Pemerintahan Kuwait yang dipimpin Perdana Menteri Sheikh Nasser Mohammad, mengundurkan diri, karena adanya tekanan dari perlemen. Mundurnya, Nasser Mohmmad ini, terkait dengan tuduhan korupsi yang akut, dan parlemen Kuwait menjadwalkan diselenggarakan pemilu lebih awal.
Selasa, yang lalu, parlemen Kuwait menanyakan berbagai kasus korupsi, yang melanda di tubuh pemerintahannya. Tuduhan korupsi ini sudah merebak dikalangan masyarakat Kuwait,dan menjadi perhatian parlemen Kuwait, yang secara terang-terangan menanyakan persoalan yang sangat sensitip itu kepada Syeikh Nasser, dan kemudian pemimpin pemerintahan itu mengundurkan diri. “Kabinet Kuwait mengundurkan diri, dan Syeikh Nasser ikut mundur”,ujar Nasser al Sane, salah satu anggota parlemen Kuwait.
Mundurnya Syeikh Nasser beserta anggotanya kabinetnya, akibat tidak tercapainya kompromi,dan terjadinya jalan buntu antara pemerintah dan parlemen, yang tidak mencapai titik temu. Negara kaya minya, yang sekarang berada dibawah pengaruh Amerika,sejak invasi Iraq, di tahun l994, terus menimbulkan berbagasi spekulasi politik di kalangan negara-negara Teluk. Karena, Kuwait sebagai Negara petro dolar, yang sangat memegang kunci dalam percaturan politik regional,khususnya di kawasan Teluk. Kuwait adalah salah satu anggota Organisasi Dewan Teluk, yang beranggotakan negara penghasil minyak di kawasan Teluk, termasuk Saudi.
Syeikh Sabah al-Ahmad al-Sabah, Emir Kuwait menerima pengunduran diri pemerintahan Kuwait, yang dipimpin Syeikh Nasser, dan Emir dapat membentuk cabinet baru, berdasarkan persetujuan parlemen, dan jika parlemen menolak, maka Emir Kuwait dapat memerintahkan diselenggarakan pemilu yang lebih dini. Situasi krisis politik yang terjadi di Kuwait ini dipicu oleh pertanyaan tiga anggota parlemen dari kalangan Islam, terhadap pemerintahan Syeikh Nasser yang masih keponakan Syeik Sabah al-Ahmad al-Sabah.
Namun,krisis yang terjadi di Kuwait, muncul adanya persoalan baru, di mana anggota tiga parlemen menuduh Syeikh Nasser melarang tokoh terkemuka Syiah Iran masuk ke Kuwait. Namun, yang paling pokok dari krisis ini adanya penggunaan dana publik yang diselewengkan oleh Syeikh Nasser,selaku pemimpin pemerintahan Kuwait. Penyelewengan di era pemerintahan Syeikh Nasser ini, menurut tiga anggota parlemen itu, justru semakin membengkak. Karena itu, mereka menuntut Nasser mengundurkan diri.
Tak diragukan Syeikh Mohammad Nasser merupakan anggota keluarga kerajaan Kuwait yang terkemuka, di mana tekanan yang dilakukan tiga anggota perlemen itu, dinilai sudah sangat berlebihan, dan Emir Kuwait, berdasarkan konstitusi dapat membekukan parlemen, atau langkah yang lebih elegan mempercepat pemilu. Dengan pemilu diharapkan muncul formulasi baru didalam anggota perlemen, dan ini merupakan langkah politik, yang mungkin sebagai sebuah solusi, terhadap krisis politik yang terjadi di Kuwait, yang akan diambil oleh Emir al-Sabah.
Keluarga al-Sabah telah berkuasa dan melakukan kontrol terhadap Negara kaya minyak, yang sudah berlangsung lebih dari 250 tahun, dan tidak pernah ada gejolak politik, yang berarti, kecuali invasi militer yang pernah dilakukan rejim Saddam Husien.
Namun, dari laporan Aljazeera dari Kuwait City, menyatakan : “Emir Kuwait adalah satu-satunya penguasa yang mempunyai hak mutlak dan memiliki dapat mengambil keputusan”. Selanjutnya, kondisi di Kuwait betul-betul kacau, khususnya di parlemen. Setiap anggota parlemen tidak tahu, kemana arah perubahan dan perkembangan politik negeri kaya minyak itu? Para anggota parlemen sangat kawatir, jika tidak tercapai sebuah solusi, yang parlemen dituduh melakukan tidakan tidak konstitusional, maka akan terjadi konfrontasi antara parlemen dengan pemerintah. Pemilu yang dipercepat belum tentu menjdi sebuah solusi, khususnya bagi krisis di Kuwait saat ini. (Mi/aljz).