Federal Communications Commission (FCC) sebuah organisasi sosial non profit menemukan fakta bahwa bahwa pemerintahan Bush sudah memanipulasi berita-berita tentang perang Irak yang ditayangkan oleh sejumlah stasiun televisi di AS.
Surat kabar Independent yang menulis artikel tentang hasil temuan FCC menyebutkan, pemerintah Bush telah memproduksi pemberitaan-pemberitaan yang dikemas dalam apa yang mereka sebut sebagai Video News Releases (VNRs). Isi pemberitaan kebanyakan tentang kesuksesan AS di Irak, yang kemudian ditayangkan oleh sejumlah stasiun televisi AS. Namun stasiun televisi yang bersangkutan tidak menyebutkan dari mana sumber pemberitaan itu dan membuatnya seolah-olah hasil liputan kru televisi sendiri.
Diana Farsetta, seorang peneliti di Center for Media and Democracy mengatakan, pemerintah sangat pandai dalam membuat pemberitaan seolah-olah pemberitaan itu adalah hal yang nyata dan membuat laporan-laporan untuk televisi yang terlihat seperti hasil buatan stasiun televisi yang bersangkutan.
"Saya ingin mengatakan bahwa ini agak sedikit luar biasa. Gambaran yang kami temukan ternyata lebih buruk dari yang kami bayangkan ketika kami melakukan investigasi dalam hal seberap luas pemberitaan-pemberitaan (VNRs) ini disebarluaskan dan seberapa sering paket-paket berita rekayasa itu ditayangkan," ujar Farsetta.
FCC sendiri sudah mengingatkan para pekerja televisi bahwa mereka berkewajiban untuk menginformasikan pada pemirsa, siapa yang mensponsori paket berita tersebut. Setiap pelanggaran terkait dengan kewajiban tersebut diancam hukuman denda maksimum 32.500 dollar.
Di antara berita-berita rekayasa yang dibuat oleh pemerintah untuk konsumsi stasiun televisi AS adalah berita yang menayangkan seorang warga Irak-Amerika di kota Kansas yang terlihat mengatakan "Terima kasih Bush. Terima kasih AS" saat dimintai komentarnya tentang kejatuhan kota Baghdad oleh pasukan AS pada 2003.
Keterangan yang menyertai berita itu menunjukkan bahwa berita tersebut sebenarnya dibuat oleh departemen luar negeri AS, satu dari 20 badan pemerintah federal yang telah membuat dan mendistribusikan berita-berita hasil rekayasa.
"Masyarakat jelas-jelas berharap bahwa laporan-laporan dan berita berdasarkan pada fakta yang nyata dan informasi yang akurat," kata juru bicara FCC, Craig Aaron.
"Jika mereka menonton sebuah tayangan iklan yang diperuntukan untuk sebuah perusahaan atau sebuah kebijakan pemerintah, mereka harus diberitahu," sambungnya.
Tahun 2005 lalu, pemerintahan AS terguncang setelah terungkap bahwa militer AS melakukan ‘operasi informasi’ dengan cara membuat artikel-artikel berbahasa Inggris yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Artikel-artikel hasil buatan tim militer AS itu kemudian di publikasikan oleh surat kabar-surat kabar di Baghdad dan sebagai kompensasinya, surat kabar-surat kabar itu menerima uang bayaran dari AS.
Sebagian operasi itu dilakukan atas bantuan perusahaan kontraktor jasa pertahanan dan perusahaan kehumasan yang berbasis di Washington, bernama Lincoln Group. Selain membantu menerjemahkan, perusahaan-perusahaan itu juga menerjunkan staff atau menggunakan jasa kontraktor lain untuk bertugas sebagai wartawan freelance atau sebagai eksekutif-eksekuti periklanan agar berita-berita itu bisa dimuat di media massa Irak.
Surat kabar USA Today pada akhir tahun lalu juga mengungkap fakta bahwa Pentagon sudah merancang sebuah perang psikogis dengan anggaran 300 juta dollar. Perang psikologis itu antara lain dilakukan dengan cara mengedepankan pesan-pesan pro AS di media-media asing tapi tidak boleh disebutkan bahwa sumber ‘pesan’ itu adalah pemerintah AS. (ln/iol)