Pemerintah Yordania Didesak Batalkan Perjanjian Damai dengan Israel

Sepuluh anggota legislatif Yordania, mengajukan rancangan undang-undang untuk membatalkan kesepakatan damai dengan Israel yang dibuat tahun 1994. Dari sepuluh orang itu, enam di antaranya adalah anggota blok Islamic Action Front (IAF) di parlemen Yordania, sisanya yang empat orang adalah para deputi pro-pemerintah.

Menurut anggora parlemen yang mengetuai blok IAF, Hamza Mansur, mereka sudah menyerahkan rancangan undang-undang tersebut ke wakil majelis rendah, Abdul Hadi Majali pada hari Rabu kemarin.

IAF sudah berulangkali menyerukan agar kesepakatan damai itu dibatalkan. Dan ini adalah kali pertama IAF secara resmi mengajukan permohonan itu kepada 110 anggota majelis rendah Yordania.

Dalam rancangan undang-undang tersebut, dicantumkan sejumlah alasan untuk membatalkan perjanjiand damai antara Yordania dan Israel. Antara lain disebutkan bahwa Israel tidak menghormati kesepakatan damai itu dan tetap menjadi ancaman bagi negara Yordania.

"Negara Yahudi telah melakukan kejahatan berencana di Yordania dan melakukan genosida di Palestina, " demikian alasan yang dicantumkan dalam rancangan undang-undang tersebut.

Yordania menandatangani kesepakatan damai dengan Israel pada 26 Oktober 1994 dan menjadi negara Arab kedua setelah Mesir yang membuat perjanjian damai dengan Israel. Pada tahun 1997, Yordania menyelamatkan Khalid Mishaal, yang sekarang menjadi kepala biro politik Hamas, dari upaya pembunuhan agen Mossad-badan intelejen internasional Israel-dengan cara diracun.

Lebih lanjut Mansur mengatakan, menurut undang-undang yang berlaku di Yordania, komite hukum di majelis rendah harus melakukan pengkajian ulang terhadap kesepakatan damai itu sebelum anggota parlemen menggelar voting apakah menyetujui atau menolak rancangan undang-undang pembatalan kesepakatan damai dengan Israel yang diajukan.

Namun sejumlah diplomat mengatakan, sangat kecil kesempatan bagi rancangan undang-undang itu mendapat dukungan di parlemen yang saat ini dikuasai oleh orang-orang yang pro-pemerintah. (ln/arabnews)