Baru sehari diberlakukan, pemerintah Somalia akhirnya mencabut surat perintah larangan beroperasi empat media yang dinilai bias dalam memberitakan pertikaian yang terjadi di Somalia.
Hal tersebut diungkapkan oleh pemilik empat media yang dilarang yaitu al-Jazeera, Shabelle Media Network, HornAfrik Media dan radio Quran IQK.
Perintah penutupan keempat media hari Senin kemarin, dikritik dan diprotes oleh organisasi-organisasi media massa lokal dan asing. Mereka menyatakan tindakan pelarangan itu tidak demokratis.
Para eksekutif media bersangkutan melakukan pertemuan yang cukup panjang dengan pemerintah Somalia pada hari Selasa, sebelum mengumumkan bahwa mereka bisa kembali beroperasi.
Ali Iman Sharmarke, salah seorang pemilik media penyiaran HornAfrik mengatakan, "Pemerintah membatalkan larangan. Organisasi media internasional dan organisasi internasional lainnya, terutama yang bergerak dalam bidang perlindungan media, berperan besar dalam pembatalan larangan ini."
Larangan beroperasi terhadap empat media itu dikeluarkan pemerintah Somalia, menyusul penerapan status darurat sipil setelah pasukan militer Ethiopia berhasil menumbangkan kekuatan pejuang Mahkamah Islamiyah dalam pertempuran selama berminggu-minggu.
Direktur International Federation of Journalists wilayah Afrika, Gabriel Baglo menyatakan, "Menutup kantor media massa non pemerintah adalah cara yang paling buruk dalam upaya rekonsiliasi rakyat Somalia dan membebaskan negeri ini dari kekacauan yang panjang."
Situasi Terakhir di Somalia
Sementara Ethiopia bermaksud menarik pasukannya dalam minggu-minggu ini, sejumlah diplomat mengkhawatirkan situasi keamanan yang akan melemahkan pemerintahan transisi. Mereka meminta agar dikirim pasukan penjaga perdamaian dari Uni Afrika.
Dalam keterangan pers bersama antara PM Ethiopia, Meles Zenawi dan Presiden Kenya yang juga mengetuai lembaga regional Afrika Timur, Mwai Kibaki di Nairobi, mendesak penempatan pasukan perdamaian Uni Afrika di Somalia.
Sejauh ini, baru Uganda yang menyatakan siap mengirimkan tim bagi pasukan penjaga perdamaian itu. Sejumlah analis bersikap skeptis apakah misi pasukan perdamaian itu bisa terwujud dan mengatasi situasi di Somalia. (ln/aljz)