Menteri Kesehatan Mesir Hatem al-Gabali mengumumkan keputusan pemerintah itu, dalam pernyataan resminya yang dirilis Kamis (28/6).
Dalam pernyataan itu disebutkan bahwa undang-undang dan semua aturan dalam bidang kesehatan melarang sunat bagi kaum perempuan.
Disebutkan pula bahwa para dokter dan mereka yang profesinya di bidang medis di sektor publik atau swasta, juga tidak dibolehkan melakukan penyunatan kaum perempuan.
Pemerintah Mesir mengeluarkan kebijakan tersebut setelah tewasnya seorang anak perempuan bernama Budour Ahmed Shaker, berusia 12 tahun, saat disunat di sebuah klinik swasta di selatan provinsi Minya. Ibu sang anak mengatakan, kematian anaknya bukan karena penyunatan itu sendiri, tapi karena kecerobohan dokter perempuan yang akan menyunat, dalam melakukan anestesi.
Pemerintah Mesir sebenarnya sudah melarang sunat bagi perempuan sejak tahun 1996. Tapi karena sudah menjadi bagian dari tradisi, masih banyak kelompok masyarakat yang melakukannya. Data Unicef tahun 2005 menyebutkan, 97 persen kaum perempuan di Mesir disunat, antara usia antara 15-49 tahun.
Lewat kebijakan baru ini, pemerintah Mesir menutup celah dalam peraturan yang sudah berlaku selama 10 tahun, yang mengizinkan anak-anak perempuan berusia 10 tahun disunat atas anjuran dokter dengan alasan kesehatan.
Lembaga Riset Islam Al-Azhar mendukung kebijakan pemerintah Mesir dan menyerukan kampanye penyadaran bagi masyarakat lewat media massa. Mufti Mesir Ali Gomaa awal pekan sebelumnya menegaskan bahwa Islam melarang sunat bagi perempuan.
Imam besar Al-Azhar Syaikh Muhammad Sayyed Tantawi dan pemimpin agama Kristen di Mesir, Paus Shenouda juga mengatakan bahwa aturan sunat terhadap perempuan tidak diajarkan dalam al-Quran maupun Alkitab. (ln/iol/aljz)