Hari ini, Jumat (26/5) PM Irak Nuri al-Maliki rencananya akan mengumumkan dua posisi menteri yang selama ini masih dikosongkan, yaitu menteri pertahanan dan menteri dalam negeri. Setelah diumumkan, kedua menteri tersebut akan diambil sumpahnya pada Minggu (28/5) dalam sidang paripurna parlemen.
Secara terpisah, deputi perdana menteri Salam Zikam Ali al-Zubaie mengatakan, pemerintah ingin bergerak cepat untuk memulihkan keamanan bagi sekitar lima juta lebih warga kota Baghdad, yang belakangan ini dirundung ketakutan akibat aksi bom bunuh diri, bom di jalan-jalan dan pertikaian sektarian.
"Inilah saatnya membungkam mereka yang ingin mencuri senyuman dari rakyat Irak dan membuat kaum wanitanya berduka cita," kata Ali al-Zubaie yang untuk sementara diserahi tanggung jawab atas keamanan di Irak.
Al-Zubaie tidak memberikan penjelasan yang detil atas rencana al-Maliki dalam upaya memulihkan keamanan di negerinya. Namun Presiden Jalal Talabani mengatakan, upaya itu kemungkinan dengan membentuk pasukan gabungan yang beranggotakan tentara-tentara dan polisi-polisi terbaik.
Dalam siaran di TV al-Furat, Talabani mengatakan, "Kami sedang membentuk sebuah pasukan untuk mengamankan Baghdad yang berasal dari elemen-elemen terbaik dan terlatih di kementerian dalam negeri dan pertahanan. Mereka akan berada di bawah kepemimpinan dan pengarahan langsung perdana menteri."
Pasukan khusus itu, kata Talabani, akan mengenakan seragam dan akan menjadi satu-satunya pasukan yang sah berlalu-lalang di Baghdad sebagai bagian dari upaya untuk menghapus pasukan pembunuh dan kelompok-kelompok bersenjata yang kerap menyamar dengan sebagai pasukan keamanan resmi.
Strategi Talabani itu, untuk mendorong pasukan AS dan pasukan internasional lainnya agar segera menyerahkan tanggung jawab keamanan pada pemerintah Irak.
Kandidat Menhan dan Mendagri
Terkait dengan nama calon menteri pertahanan dan menteri dalam negeri, pada Kamis (25/5) PM Irak al-Maliki mengatakan sudah memiliki sejumlah nama sebagai kandidat menteri dalam negeri dan menteri pertahanan. "Kami akan bertemu pada hari Jumat untuk memutuskan," katanya.
Menurut al-Maliki, persoalan yang masih belum terpecahkan untuk dua posisi menteri itu karena banyaknya kandidat yang diajukan oleh kelompok Shia United Iraq Alliance dan Sunni Arab Accordance Front.
"Aliansi mengajukan enam nama untuk posisi menteri dalam negeri dan Sunni Arab mengajukan sepuluh nama," kata al-Maliki usai bertemu dengan Talabani dan Abdul Aziz Halim, ketua Dewan Tertinggi Revolusi Islam Irak yang mewakili kelompok Syiah.
Dalam wawancara dengan sebuah stasiun televisi Kamis kemarin, al-Maliki mengatakan, ancaman utama keamanan di Irak bukan kelompok milisi tapi kelompok-kelompok bersenjata yang di antaranya dibiayai oleh negara-negara tetangga.
"Saya pikir masalahnya bukan milisi, karena milisi yang kami tahu bisa kami tangani dan bisa kami pecahkan masalahnya dengan mudah," kata al-Maliki pada TV Al-Arabiya.
Maliki meyakini bahwa ada beberapa institusi dan kelompok bersenjata lain di Irak yang mendapat dukungan langsung dari negara lain, dengan berkedok sebagai komite-komite pemberi bantuan. Ini menjadi tanggung jawab pemerintah untuk mengawasi aktivitas organisasi-organisasi semacam itu.
Untuk langkah pengamanan di kota Baghdad, al-Maliki membuat strategi keamanan yang disebutnya sebagai ‘Baghdad Plan’ dengan mengerahkan pasukan khusus untuk mengamankan kota Baghdad dan memberantas aksi-aksi pembersihan etnis yang terjadi di sejumlah wilayah di ibukota Irak itu. Selain itu, meningkatkan mobilisasi intelejen yang menurut Maliki merupakan cara terbaik untuk mencegah serangan-serangan bom. (ln/aljz)