Tindakan represif pemerintah Bangladesh terhadap partai-partai Islam yang menjadi oposisi menimbulkan ketegangan . Tiga minggu terakhir, pemerintah Bangladesh menangkap ribuan aktivis dari kelompok oposisi dengan alasan untuk mencegah kekacauan di dalam negeri.
"Partai Nasionalis Bangladesh (BNP) dan Jamaat-E-Islami Bangladesh (BJI) sedang berusaha menciptakan stabilitas negara ini. Mereka ingin menghentikan proses penyelidikan kejahatan perang yang menjadi agenda pemilu pemerintah," kata Mahbub-Ul-Alam Hanif, Sekretaris Jenderal Gabungan Liga Awarni, kekuatan yang saat ini memegang tampuk pemerintahan di Bangladesh.
Ketegangan yang terjadi di Bangladesh, pertama kali terjadi sejak Perdana Menteri Syaikh Hasina, pimpinan Liga Awarni, memimpin Bangladesh sejak memenangkan pemilu parlemen bulan Desember 2008. Terpilihnya Hasina mengakhiri rezim militer yang menguasai pemerintahan negeri di kawasan Asia Selatan itu selama dua periode.
Pengamat politik di Bangladesh, Abdul-Latif Masum mengingatkan pemerintah bahwa tindakan represif terhadap partai-partai Islam yang menjadi oposisi justeru akan memicu pertikaian di dalam negeri. Ia juga mengkritik pemerintah, karena tindakan represif bukanlah ciri pemerintahan yang demokratis dan menunjukkan bahwa pemerintahan Liga Awarni tidak punya sikap toleransi.
"Nampaknya, tekanan-tekanan yang dilakukan oleh kelompok posisi, khususnya dari kekuatan Islam, sudah disalahartikan oleh pemerintahan yang sekarang berkuasa dan menjadi target utama untuk menghapus kekuatan-kekuatan Islam di Bangladesh," kata Masum.
Kelompok-kelompok oposisi islamis di Bangladesh mengatakan bahwa tindakan represif yang terjadi beberapa pekan terakhir merupakan kebijakan standar Liga Arwani. Asisten Sekretaris Jenderal Jamaat-E-Islami Bangladesh, Abdul Kadir Mullah mengatakan, sebagai partai politik Liga Awarni tidak akan pernah menolerir partai-partai oposisi.
"Penindasan dan penyiksaan terhadap kaum oposisi sudah menjadi praktik-parktik yang biasa dilakukan pemerintahan Liga Awarni berdasarkan bukti-bukti rekam jejak mereka di masa lalu," kata Mullah.
Ia mengatakan, Liga Awarni pernah menjadi mayoritas pada tahun 1975 dan melarang semua partai politik, termasuk partai-partai Islam. Pemerintahan Liga Awarni ketika itu, menjadikan Bangladesh sebagai negara satu partai dengan membentuk formasi Bangladesh Krishak Sramik League (BAKSAL).
Mullah menghimbau pemerintah agar tidak memperlakukan partai-partai Islam dan oposisi sebagai musuh, karena mereka adalah bagian dari pemerintahan dari negara demokratis seperti Bangladesh. "Pemerintah selayaknya tidak bertindak seperti diktator terhadap oposisi," tukas Mullah. (ln/iol)