Sementara, Kementerian Kesehatan yang dikontrol militer Sudan membantah jumlah korban tewas dalam bentrokan tentara dan demonstran mencapai 108 orang. Pejabat Sudan, Soliman Abdel Gaber, mengklaim hanya 46 orang yang tewas dalam kekerasan sepanjang minggu ini.
Bentrokan demi bentrokan meluas ke wilayah lain setelah kelompok demonstran dipukul mundur dari depan markas militer di Khartoum, pada Senin lalu. Para pemimpin protes mengatakan pasukan keamanan melakukan pembunuhan dan pemerkosaan di 13 kota.
Uni Afrika menonaktifkan Sudan dari semua kegiatannya sebagai dampak tindakan keras militer yang membantai para demonstran. Penangguhan atas Sudan akan berlangsung sampai dewan militer Sudan menyerahkan kekuasaan kepada otoritas sipil transisi.
Kepala dewan militer berkuasa di Sudan, Abdel Fattah Burhan, telah menyerukan dimulainya kembali negosiasi dengan para pemimpin protes. Seruan itu langsung ditolak karena para jenderal dianggap tidak serius untuk berunding sementara pasukan mereka terus membunuh demonstran.
Amal al-Zein, seorang aktivis dan pemimpin Partai Komunis Sudan, meyakini krisis itu bisa disudahi hanya oleh perpecahan di tubuh militer, misalnya jika perwira muda menggulingkan atasan mereka di dewan militer yang berkuasa.
“Semua anggota dewan militer milik rezim lama, dan itulah sebabnya kami bertaruh sekarang pada perwira berpangkat rendah. Kami berharap polisi patriotik dan perwira militer akan bertindak untuk melindungi rakyat Sudan,” tegas Amal al-Zein.
Para demonstran sudah menduduki wilayah markas militer sejak 7 April, beberapa hari sebelum Presiden Omar al-Bashir digulingkan setelah 30 tahun berkuasa.
Namun mereka kecewa berat ketika militer menyatakan mengambil alih pemerintahan untuk dua tahun ke depan. Oposisi bersumpah untuk melanjutkan protes massal sampai pemerintah transisi sipil terbentuk.
Sebelum tindakan keras pada Senin dimulai, para pemimpin militer dan demonstran telah berunding selama berminggu-minggu untuk susunan dewan transisi yang berfungsi menjalankan negara hingga pemilihan. Para pemrotes menuntut warga sipil mendominasi dewan, yang ditentang para jenderal.
Setelah penumpasan demonstrasi, militer menghentikan pembicaraan dan membatalkan semua poin yang disepakati. Militer berniat membentuk pemerintahan dan mengadakan pemilihan dalam waktu tujuh hingga sembilan bulan.
Tapi, Jenderal Abdel-Fattah Burhan, pada Rabu, tiba-tiba mengumumkan bahwa para jenderal siap melanjutkan negosiasi. Tawaran itu segera ditolak para pemimpin oposisi.Sementara itu, Uni Afrika menonaktifkan Sudan dari semua kegiatannya sebagai akibat tindakan keras militer yang membantai para demonstran sipil. Penangguhan atas Sudan akan berlangsung sampai dewan militer Sudan menyerahkan kekuasaan kepada otoritas sipil transisi.
Dari Ethiopia, Dewan Perdamaian dan Keamanan Uni Afrika menyatakan, penangguhan Sudan akan tetap berlaku sampai “pembentukan efektif” otoritas transisi yang dipimpin warga sipil sebagai satu-satunya cara untuk memungkinkan Sudan keluar dari krisis saat ini.(kl/rmol)