Pemerintah Kanada, mengajukan proposal undang-undang berisi larangan Muslimah mencoblos dalam bilik suara pemilu, jika mengenakan cadar. Proposal undang-undang ini lalu memicu protes dari pada pemimpin oposisi dan tokoh minoritas Islam.
UU ini, dikeluarkan untuk menutup perdebatan yang belakangan terjadi terkait boleh tidaknya pemakai cadar ikut dalam Komisi Pemilihan Umum di Kanada. Beberapa waktu lalu terjadi perselisihan sengit antara pemerintah dan tim pemilu tentang masalah tersebut. Sehingga pemerintah mengajukan draft UU kepada parlemen yang mengkhususkan perempuan yang memakai cadar, dengan sejumlah alasan, dilarang mencoblos. Salah satu alasan yang diajukan, bisa saja seseorang menyamar untuk mencoblos dengan menggunakan cadar.
Sejumlah partai politik besar di Kanada sebelumnya telah meminta Komisi Pemilu untuk melarang siapapun yang menutup mukanya masuk ke dalam bilik suara. Sementara kepala Komisi Pemilu Mark Merand memandang bahwa UU yang ada tidak menyebutkan hal tersebut sehingga Muslimah bercadar boleh menyampaikan suara mereka.
Para pemimpin oposisi dan minoritas Islam menolak draft UU tersebut. Mereka mengatakan, bahwa pelarangan orang menggunakan cadar dalam menyampaikan suara itu tidaklah mendesak dan tidak prinsipil. Pihak oposisi justru menuding pemerintah sengaja memunculkan sensasi untuk mencari dukungan politik.
Michael Egnatif, ketua oposisi liberal mengatakan, “Saya tidak ingin menolak UU itu secara keseluruhan untuk sekedar membela sekelompok perempuan yang mengenakan jilbab. Biarkan kami menjauhi berbagai problematika itu agar warga Kanada tidak terpecah belah akibat tema ini. ”
Sedangkan perwakilan Muslim Kanada, Muhammad Al-Mashri sekaligus ketua Dewan Islam Kanada mengatakan, “Ide undang-undang ini tidak prisipil dan justru akan membangkitkan sentimen etnik terhadap Muslim Kanada. ” (na-str/iol)