BANDUNG – Mahalnya harga kitab suci Al-quran khusus tuna netra atau braile, dikeluhkan oleh para tunanetra yang ada di Jawa Barat. Pasalnya, tuna netra di Jabar yang mayoritas berasal dari keluarga tidak mampu akan kesulitan membeli satu set Al-quran braile, yang dibanderol seharga Rp 1,5 juta.
Menurut Ketua Dewan Perwakilan Cabang (DPC) Ikatan Tunanetra Muslim Indonesia (ITMI) Jawa Barat Yudi Yusfat, mahalnya harga Alquran khusus itu dikarenakan bahan baku kertas khusus yang sangat mahal perlembarnya.
Selain itu, karena memang tidak dicetak dengan halaman bolak balik seperti Al-quran pada umumnya, bahan baku yang dibutuhkan juga harus banyak. “Satu Juz satu buku, satu set bisa sampai isinya 30 jus. Kebayang banyaknya. kertasnya juga khusus tidak bisa sembarangan bisa Rp 1.500 per gramnya, belum biaya percetakannya dan lain-lain,” kata Yudi saat ditemui di Panti Sosial Bina Netra Wiyata Guna, Jalan Pajajaran Kota Bandung, Kamis (21/3/2013).
Akibat mahalnya harga Alquran braile itu, Yudi khawatir malah akan menganggu program pemberantasan buta Alquran untuk tunanetra di Jabar dan bahkan tingkat nasional.
Agar dapat menekan harga produksi Alquran braile, lanjut Yudi, jalan paling rasional untuk saat ini adalah pemberian subsidi khusus Alquran braile. “Kalau bisa sampai Rp 500.000 juga sudah lumayan. Kemungkinan tuna netra memiliki Alquran bisa meningkat,” jelas Yudi.
Berdasarkan data yang diperoleh dari dinas sosial, jumlah tunanetra yang ada di Jabar pada tahun 2011 mencapai 154.909 orang dengan estimasi 1,5 persen peningkatannya per tahun. Sementara yang telah mahir membaca Alquran hanya 10 persen dan yang hanya bisa membaca sekitar 20 persen.
Kemudian yang sudah memiliki Alquran braile per kabupaten kota hanya sekitar 20 orang saja. Padahal jumlah kabupaten kota di Jabar ada 26, dengan kata lain, pemilik Alquran braile di Jabar kurang dari 10 persen.
“Kalau program kami berharap setiap satu orang tuna netra di Jabar hingga tahun 2015 bisa memiliki satu set,” ujarnya.
Namun, lanjutnya, Alquran braile tersebut jumlahnya sangat kurang. Semangat untuk memberantas buta Alquran penyandang disabilitas haruslah terwujud meski tak menepati target yang telah ditetapkan. “Yang penting pelatihan dan cara baca Alquran saja dulu. Kalau Alquran bisa pinjem, tapi lebih bagus bisa punya sendiri,” ungkap Yudi. -(Tribbun)