Pihak AL saat dihubungi menolak untuk mengomentari secara spesifik terkait pengecualian yang diddapatkan Katsareas, dengan alasan masalah privasi. Pada Maret lalu, layanan AL memperbarui proses untuk perizinan terkait keagamaan, memberikan perintah pelaut atau petugas untuk menyetujui beberapa permintaan pengecualian.
Tapi semua rekomendasi untuk keringanan berjanggut, baik persetujuan atau penolakan, harus diteruskan ke kepala personel angkatan laut.
“Perubahan itu menciptakan transparansi yang lebih besar dalam proses permintaan, dan memastikan kami memiliki proses yang adil dan merata untuk semua,” kata Perwira AL Dave Hecht. “Kebijakan kami, yakni memberi para pelaut prosedur yang ramping untuk meminta keringanan kebijakan perawatan untuk mengizinkan praktik keagamaan.
“Semua pelaut dipersilakan untuk meminta keringanan agar menjalankan praktik keagamaan,” tambahnya. “Kami menghargai keragaman dalam kesatuan kami, untuk memasukkan preferensi agama pelaut kami.”
Perobahan penampilan religius yang disetujui berlangsung selama karier anggota layanan, lanjut Hecht, tetapi masih harus ditinjau. Dan karena itu bisa jadi ada penangguhan atau pencabutan, setiap kali ada perubahan dalam misi, tugas, atau lingkungan kerja baru.
Katsareas mengatakan dia melihat hal ini sebagai kemajuan kebijakan Angkatan Laut. Dia berharap kasusnya akan mendorong para pejabat untuk mencari cara untuk mengakomodasi lebih banyak kepercayaan agama pelaut dalam jangka panjang.
“Sudah terlalu lama, pelaut seperti saya harus memilih antara melayani negara dan mengekspresikan keyakinan agama yang dipegang teguh,” katanya. “Mengakui dan menghargai keragaman pandangan agama bangsa kita, tercermin dalam para pelautnya, akan menghasilkan Angkatan Laut yang lebih kuat dan lebih baik. Itu adalah kemenangan bagi semua orang.”
Angkatan Laut sebelumnya menyebutkan masalah keamanan ketika menyangkut janggut, terutama di laut, di mana personel mungkin harus mengenakan peralatan darurat untuk memadamkan kebakaran atau menanggapi krisis lainnya. Pejabat tinggi personel layanan mengatakan pada November lalu, bahwa mereka akan mempertimbangkan untuk mengizinkan pelaut menumbuhkan rambut di wajah ketika mereka tidak berada di laut, tetapi belum ada perubahan kebijakan.
Baxter mengatakan, Katsareas sebelumnya memakai peralatan keamanan dengan rambut wajah dan belum memiliki masalah. Pemerintah memiliki kewajiban untuk memastikan aturan keamanannya ditegakkan dengan cara yang paling tidak membatasi agama seseorang.
Katsareas mengatakan dia bersedia bercukur jika terjadi keadaan darurat, tetapi bersyukur Angkatan Laut mengakui haknya untuk mempraktikkan kepercayaan agamanya tanpa mengorbankan kesiapan militer.
Angkatan Laut baru-baru ini membentuk satuan tugas yang memeriksa sejumlah kebijakan dan praktik pelayanan untuk memastikan tidak ada pelaut yang dirugikan karena ras, jenis kelamin, agama atau orientasi seksual mereka. Hecht mengatakan standar perawatan, yang mencakup kebijakan rambut wajah, adalah salah satu bidang yang ditinjau. (*)