Populasi umat Islam di Amerika tumbuh dengan pesat, begitu juga dalam pelaksanaan ajaran-ajaran Islam dalam kehidupan pribadi umat Islam sehari-hari yang berdasarkan hukum Islam atau syariah Islam juga meningkat.
"Hukum Syariah adalah totalitas kewajiban seorang Muslim untuk dilaksanakan," kata Abdullahi An-Na’im, seorang profesor hukum di Emory Universitas Atlanta.
Menurut An-Na’im, pelaksanaan hukum syariah merupakan penuntun bagi perilaku moral seorang Muslim, sama saja dengan seorang yahudi mengikuti hukum-hukum di Talmud atau seorang Katolik melaksanakan hukum-hukum agama mereka dari Injil.
"Sebagai seorang warga negara AS," kata An-Na’im."Saya harus setia dengan UU dari negara Amerika. Dan hal itu merupakan tindakan tidak konsisten dengan nilai-nilai agama yang saya anut untuk mengatur perilaku pribadi saya sendiri."
Banyak masyarakat Amerika memandang hal ini merupakan sebuah tanda bagi Amerika yang merupakan multi bangsa, mereka melihat perkembangan umat Islam yang signifikan serta pelaksanaan hukum Islam dalam kehidupan pribadi umat Islam Amerika sebagai sebuah ancaman.
Syariah Islam dikritik karena sebuah kasus di bandara Minneapolis, di mana beberapa sopir taxi Muslim yang konsisten dengan aturan Islam menolak untuk mengambil penumpang mereka yang diduga membawa minuman keras. Para pengemudi taxi itu beralasan dengan ayat-ayat Quran yang melarang judi dan minuman keras sebagai perbuatan setan.
Tahun lalu,sebuah pabrik makananan Tyson di Shelbyville,Tenn, mengganti hari libur buruh dengan penggantian waktu libur pada saat idul Fitri yang menandai berakhirnya bulan ramadhan. Hal itu dilakukan setelah serikat buruh atas nama para buruh Muslim yang mayoritas imigran dari Somalia, meminta perubahan waktu libur tersebut.
Tetapi protes publik atas keputusan untuk menolak Hari Buruh, dengan cepat mendesak perusahaan dan serikat pekerja untuk mengatasi hal tersebut dengan sebuah kontrak kerja baru yang membuat akomodasi untuk liburan.
Frank Gaffney yang merupakan pendiri dan presiden dari Pusat Kebijakan Keamanan – sebuah lembaga think tank di Washington meramalkan AS akan mengalami masalah yang mirip dengan beberapa negara di Eropa Barat, di mana nilai-nilai agama dari pendatang Muslim kadang-kadang berbenturan dengan nilai kebudayaan tuan rumah mereka yang sangat sekuler.
Tetapi Profesor An-Na-im percaya hal tersebut akan berbeda di Amerika."Amerika negara sekuler – yang mana masyarakat secara umum bebas menampilkan keyakinan agama mereka di depan publik dan faktanya hal ini lebih kondusif bagi umat Islam untuk menjadi warga negara AS dan bisa dengan nyaman menjalankan nilai-nilai agamanya dibandingkan di negara-negara Eropa,’ kata An-Na’im. (fq/foxnews)