eramuslim.com – Surat tersebut menggambarkan bagaimana muslim Andalusia sangat membutuhkan sekali bantuan dari umat Islam lainnya. Mereka mengiba, menangis, dan mengemis belas kasihan raja-raja Islam.
Namun bantuan yang diharapkan tidak turun-turun. Hal ini semakin membuat mereka terisolasi dan semakin lama menanggung beban penderitaan. Umat Islam di Andalusia diberikan tiga pilihan oleh kerajaan Kristen: Masuk Kristen, Keluar dari Andalusia, atau dibunuh!
Jumlah mereka yang dibunuh mencapai puluhan ribu jiwa. Sebagian mereka ada yang murtad atau pura-pura murtad. Mereka yang murtad ini selalu diawasi oleh intelejen Kerajaan Kristen pada saat itu.
Bila terbukti masih beragama Islam maka akan ditangkap dan dihukum. Apalagi mereka yang merencanakan pemberontakan, tak tanggung-tanggung akan dihukum mati! Digantung dan dikuliti kemudian di arak keliling kota sebagaimana yang terjadi pada diri para mujahidin saat itu.
Di manakah kerajaan Islam Maroko yang saat itu bersebelahan dengan umat Islam Andalusia? Di manakah kekhalifahan Utsmaniyah yang dengan gemilang berhasil menaklukan Konstantinopel?
Namun dalam buku Himayah tidak membahas mengapa Khalifah Utsmaniyah tidak turun membantu umat Islam Andalusia. Tetapi ada penjelasan mengejutkan dari Raja Maroko mengapa mereka enggan membantu Muslim Andalusia.
Raja Maroko ingin mencari aman saja, karena bila mereka terlalu jauh terlibat dalam konflik yang terjadi di Andalusia, kekuasaan mereka akan terancam. Kerajaan Kristen akan menyerang mereka atau melakukan praktik adu domba sesama anggota keluarga kerajaan seperti yang terjadi di Andalusia.
Intinya, kerajaan Kristen akan berupaya mempersulit keadaan kerajaan Islam Maroko. Akhirnya, mereka pun mengambil jarak terhadap umat Islam di Andalusia.
Kenyataan ini tampaknya juga diderita oleh pemimpin negara-negara Islam saat ini. Mereka tidak berani memberikan bantuan secara penuh, terutama militer, kepada umat Islam yang tertindas seperti di Palestina, Suriah, Afghanistan, Irak, dan Mindanao. Mereka lebih memilih mengamankan kekuasaan mereka.
Memang sejarah telah mencatatkan para pemimpin yang membantu para mujahidin nasibnya sering berakhir tragis, seperti yang dialami Raja Faishal dari Arab Saudi dan Jenderal Zia Ul Haq dari Pakistan. Tapi itulah resiko perjuangan. Bila tidak ada pengorbanan tidak akan ada kemenangan. Para mujahid pasti sudah siap dengan kematian, karena kematian bisa menjadi jalan kemenangan bagi mereka
Bersambung .. (rol)