Laporan terbaru United Nations Relief and Works Agency (UNRWA)-organisasi bantuan PBB untuk Palestina-menyebutkan bahwa kondisi kehidupan warga Palestina di Jalur Ghaza makin memburuk, bahkan lebih buruk dari yang pernah terjadi sebelumnya. Bantuan-bantuan yang diberikan, tidak mampu memperbaiki taraf hidup warga Ghaza yang sudah setahun lebih diblokade Israel.
UNRWA mengungkapkan, lebih dari setengah warga Ghaza yang jumlah populasinya sekitar 1, 5 juta jiwa kini hidup di bawah garis kemiskinan. "Keluarga di Jalur Ghaza yang hidup di bawah garis kemiskinan makin bertambah, mencapai 51, 8 persen pada tahun 2007 meskipun bantuan-bantuan darurat dan kemanusiaan sudah disalurkan, " demikian laporan UNRWA.
Pakar ekonomi UNRWA yang juga menyusun laporan tersebut, Salem Ajluni mengatakan, situasi di Ghaza makin memburuk akibat blokade Israel yang berlangsung begitu lama. "Ghaza, dalam sejarahnya mengalami kondisi yang lebih sulit dibandingkan dengan wilayah Tepi Barat, karena beberapa alasan. Tapi utamanya adalah fakta bahwa dua per tiga warga Ghaza adalah pengungsi dan harta benda mereka banyak yang dirampas, " ungkap Ajluni.
Ia melanjutkan, "Selama lebih dari enam dekade, situasi di Ghaza dibuat sedemikian buruknya dengan blokade yang makin ketat terhadap wilayah itu."
Menurut UNRWA, kondisi di Tepi Barat selama tahun 2007 menunjukkan peningkatan di mana tingkat kemiskinan mulai menurun hampir lima persen dibandingkan tahun 2006. Dicabutnya embargo internasional terhadap pemerintahan otoritas Palestina di Tepi Barat, kata UNRWA, telah mendorong perbaikan kehidupan warga Palestina di Tepi Barat.
Kondisinya, sangat jauh berbeda di Ghaza. Meski Israel sudah mundur dari Ghaza pada tahun 2005, namun rezim Zionis masih memberlakukan blokade ekonomi dan melakukan operasi-operasi militer ke Ghaza dengan alasan untuk menekan Hamas yang saat ini menguasai wilayah Jalur Ghaza.
Organisasi-organisasi kemanusiaan internasional mengecam kebijakan rezim Zionis Israel itu dan menyebutnya sebagai hukuman kolektif Israel yang diterapkan terhadap warga sipil di Ghaza.
Adnan Abu Hasna, juru bicara UNRWA di Ghaza mengatakan, memburuknya kondisi perekonomian di wilayah itu akibat blokade, telah menimbulkan "hal-hal yang buruk" dan itu terlihat pada "kondisi warga dan stabilitas di Jalur Ghaza."
Laporan UNRWA, mengutip data dari Pusat Biro Statistil Palestina menyebutkan bahwa tingkat pengangguran di wilayah Palestina yang dijajah Israel masih tetap tinggi di dunia, yaitu sekitar 29, 5 persen pada tahun 2007. Khusus untuk wilayah Jalur Ghaza, tingkat pengangguran antara bulan Juli dan Desember 2007, mencapai 45, 3 persen. Sedangkan di Tepi Barat, tingkat penganggurannya 25, 5 persen.
"Apa yang harus dilakukan seorang pengungsi untuk mengatasi masalah ini? Menjual anaknya? Menjual dirinya? Kami sudah kehilangan segalanya… yang kami punya sekarang cuma kehormatan dan martabat, " tukas Mustafa Hattab, seorang pengungsi di kamp pengungsi Jalazaoun, Tepi Barat mengomentari laporan terbaru UNRWA.
Juru Bicara UNRWA, Christopher Gunness mengatakan, parahnya kondisi perekonomian di Jalur Ghaza menyebabkan generasi muda Palestina yang berusia antara 15 sampai 24 tahun terancam menjadi pengangguran. "Jika Anda merusak kondisi perekonomian bagi generasi muda, Anda telah memusnahkan harapan mereka, dan ketika harapan itu sudah tak ada, lantas apa yang tersisa?" tukas Gunness.
Gunness menegaskan, satu-satunya jalan untuk memperbaiki kondisi ekonomi dan kemanusiaan di Ghaza adalah dibukanya perbatasan-perbatasan yang saat ini ditutup oleh Israel. (ln/aljz)