Laporan PBB menyebutkan statistik angka kematian di Irak per bulan terus meningkat. Begitu juga dengan jumlah pengungsian.
Eskalasi kekerasan di negeri 1001 malam itu menyebabkan sekitar 3.709 rakyat Irak kehilangan nyawa sepanjang bulan Oktober. Angka ini meningkat dibandingkan jumlah angka kematian pada bulan Juli yang tercatat sebanyak 3.509 orang.
Sementara itu, sejak invasi AS ke Irak tahun 2003, lebih dari dua juta rakyat Irak meninggalkan negerinya, menjadi pengungsi. Bahkan sejak Februari 2006-pascaperistiwa pemboman Masjid Emas di Samarra- jumlah pengungsi hingga sekarang tercatat sebanyak 418.392 orang.
Laporan PBB yang dirilis Rabu (22/11) itu diambil dari data statistik kementerian kesehatan Irak. Kementerian kesehatan menyatakan, terus memburuknya situasi keamanan telah menyebabkan kemiskinan dan diiringi dengan perpindahan populasi. Di antara para pengungsi, setiap bulan sekitar 100 ribu di antaranya mengungsi ke Suriah dan Yordania.
Ibukota Irak, Baghdad, menjadi pusat aksi-aksi kekerasan yang terjadi di Irak. Sepanjang bulan September-Oktober, ditemukan sekitar lima ribu mayat di kota itu yang sebagian besar menunjukkan adanya tanda-tanda kekerasan atau luka tembak.
Laporan PBB tentang kondisi hak asasi manusia di Ira yang dibuat setiap dua bulan sekali itu menyebutkan, yang menjadi sumber aksi kekerasan belakangan ini adalah serangan-serangan bernuansa sektarian.
"Seluruh lapisan masyarakat terpengaruh oleh dalam tingkat yang berbeda-beda. Di beberapa wilayah, warga masyarakat terpecah belah atau para pemukimnya dipaksa pindah ke wilayah lain bahkan sampai ke negara-negara tetangga untuk mencari keselamatan," demikian bunyi laporan PBB.
Laporan PBB tentang pengungsi dan angka kematian di Irak ternyata kurang mendapat respon positif dari pemerintah Irak. Pemerintah Irak menyebut laporan PBB terlalu berlebihan dan "menyesatkan dunia."
Meski laporan PBB didasarkan pada data kementerian kesehatan, Menteri Kesehatan Irak, Ali al-Shimeri dalam siaran televisi nasional menyatakan laporan PBB itu tidak akurat.
"Ruang-ruang operasi di kementerian kesehatan dan pusat kamar mayat tidak memberikan data-data seperti ini pada PBB," kata al-Shimeri memberikan bantahan.
"Mereka pergi ke sumber-sumber yang tidak bisa diandalkan di kementerian kesehatan, lewat dokter atau perawat, itu semua tidak akurat," sambungnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, "Mereka ingin menyesatkan dunia dengan angka-angka yang berlebihan. Tidak ada angka sampai 7.000 selama dua bulan ini. Kalau anda ingin tahu angka sebenarnya, maka jumlah hanya seperempat dari angka itu."
Sejak invasi AS dan peristiwa pemboman di Samarra, negeri 1001 malam itu berubah menjadi ladang kekerasan dan banyak rakyat Irak yang tak berdosa menjadi korbannya.
Pada Rabu kemarin, seorang wartawan lokal surat kabar al-Sabah di Baghdad dilaporkan tewas oleh serangan tembakan.
Aparat kepolisian mengungkapkan, Raad Jaafar Hamadi, nama wartawan itu, sedang berkendaraan di wilayah Washash, bagian Barat Baghdad ketika empat orang tak dikenal dengan mengendarai BMW warna hitam menembak Jaafar hingga tewas. Belum diketahui apa motif pembunuhan itu. (ln/aljz)