Sementara para pejabat pemerintahan Israel menggelar pertemuan untuk mematangkan serangan luas ke Jalur Ghaza, pasukan Zionis dalam operasi militernya ke Ghaza membunuh tiga orang pejuang Brigade Izzudin al-Qassam, sayap militer Hamas.
Petugas medis di Ghaza mengatakan, selain pejuang Palestina yang gugur sedikitnya empat warga Palestina lainnya luka-luka dalam serangan yang dilakukan secara terpisah oleh pasukan Zionis. Seperti biasa, militer Israel beralasan serangannya hari itu targetnya adalah pejuang-pejuang Palestina yang telah menembakkan mortir ke wilayah perbatasan Israel.
Hamas menyatakan, hari Selasa kemarin mereka menembakan sedikitnya 16 mortir ke perbatasan sebagai balasan atas operasi-operasi militer Israel ke wilayah itu yang banyak membunuh warga dan pejuang Palestina. Juru bicara Hamas Sami Abu Zuhri mengatakan, aksi-aksi militer Ghaza menunjukkan bahwa Israel tidak tertarik untuk melakukan gencatan senjata.
"Itulah sebabnya mereka harus siap membayar harga atas aksi-aksi mereka, " tukas Abu Zuhri.
Di Israel, Perdana Menteri Ehud Olmert memanggil menteri luar negeri dan menteri pertahanannya untuk membahas rencana serangan ke Ghaza. Pada saat yang sama muncul berbagai spekulasi di media massa Israel terkait surat Gilad Shalit-prajurit Israel yang ditawan pejuang Palestina-kepada orang tuanya.
Surat Shalit, menurut orangtuanya, antara lain berisi permintaan agar para pemimpin Israel bersedia melakukan pertukaran tawanan dengan Hamas, untuk membebaskan Shalit.
Media-media massa Israel berspekulasi bahwa Shalit kemungkinan akan segera dibebaskan dan untuk itu pemerintah Israel tidak akan melakukan invasi ke Ghaza. Tapi pejabat senior kementerian pertahanan Israel Amos Gilad pada Radio Militer Israel mengatakan tidak ada hubungan antara surat Gilad Shalit dengan pertemuan para pimpinan Israel hari itu yang membahas masalah Ghaza. (ln/aljz)