Perang AS di Afghanistan yang berlangsung selama delapan tahun lebih, gagal total. AS tidak berhasil mencapai tujuan militer maupun tujuan sipilnya di Afghanistan, padahal perang telah merenggung puluhan ribu nyawa baik di pihak rakyat Afghanistan maupun tentara AS.
Surat kabar New York Times edisi Minggu (11/10) menurunkan laporan tentang kegagalan AS dalam mencapai target-target sipilnya di Afghanistan. Misalnya, memberantas korupsi yang merajalela di kalangan pejabat pemerintahan Afghanistan, gagal memciptakan pemerintahan dan sistem hukum yang berfungsi dengan baik dan gagal melatih kekuatan kepolisian di negeri itu.
Mengutip pernyataan sejumlah pejabat AS yang mengatakan, banyak institusi sipil di Afghanistan yang kondisinya makin buruk, seburuk kondisi keamanan di negeri itu, sejak sejak Presiden Barack Obama mengumumkan tentang rencana-rencananya di sektor sipil untuk menunjang kebijakan Obama mengerahkan 17.000 pasukan tambahan ke Aghanistan, tujuh bulan yang lalu.
Menurut para pejabat itu, Afghanistan sekarang menjadi wilayah yang sangat berbahaya. Banyak pekerja bantuan sosial yang tidak bisa keluar dari ibukota Afghanistan, Kabul untuk memberikan bimbingan bagi para petani di desa-desa di luar ibukota. Padahal, bantuan pertanian menjadi salah satu janji Obama untuk lebih memberdayakan sektor-sektor sipil di Afghanistan. Obama juga berjanji akan lebih banyak mengirim tenaga sipil untuk bekerja di Afghanistan.
Seorang pejabat militer senior mengatakan, terhambatnya pemberdayaan sipil di Afghanistan salah satunya karena hukum yang lemah di negeri itu, karena makin menguatnya pengaruh Taliban yang menerapkan sistem hukumnya sendiri. Menurut pejabat tersebut, penduduk Afghanistan di daerah-daerah pedalaman banyak yang lebih mendukung sistem hukum Taliban.
Dalam laporan tentang perkembangan di Afghanistan, para pejabat AS yang tidak mau disebut namanya juga mengungkapkan bahwa Obama tidak sabar untuk melihat kemajuan yang dicapai di sektor sipil di Afghanistan. "Bapak presiden tidak puas melihat kondisi sekarang," kata salah satu dari mereka.
Sejak invasi AS ke Afghanistan tahun 2001, Washington mengalokasikan dana sekitar 13 milyar dollar untuk membantu rakyat sipil di Afghanistan. Namun laporan Departemen Pertahanan bulan Januari lalu menyebutkan bahwa Kementerian Keuangan Afghanistan bertanggung jawab atas ketidakjelasan jumlah dan penggunaan dana bantuan yang selama ini diberikan oleh dunia internasional.
Yang jelas, perang AS di Afghanistan makin tak jelas dan jumlah korban di kalangan rakyat sipil terus berjatuhan. Saat ini, AS sudah menempatkan sekitar 100.000 pasukannya di Afghanistan tapi belum juga mampu mematahkan perlawanan Taliban. Sementara data PBB menyebutkan, dalam enam bulan pertama tahun 2009, jumlah korban tewas dari warga sipil Pakistan sudah mencapai 1.500 orang, meningkat 24 persen dibandingkan tahun lalu dalam periode yang sama. (ln/prtv)