Usia penandatanganan Kesepakatan Makkah sudah kurang lebih satu bulan. Dalam kesepakatan tersebut kedua belah pihak, Hamas dan Fatah, sama-sama mengikat komitmen untuk menuntaskan pertikaian berdarah dan membentuk pemerintah koalisi. Namun ternyata kedua belah pihak tak bisa menghentikan fenomena senjata yang identik dengan kekerasan dan perang.
Menurut sejumlah pengamat seperti dilansir Islamonline, kompetisi kekuatan persenjataan yang kini dilakukan kedua belah pihak, akan menjadi sumber alasan yang mengancam pertikaian berdarah terjadi lagi. Mereka mengatakan, “Sepertinya kesepakatan Makkah tidak menyentuh masalah dasar pertikaian yang terjadi antara Hamas dan Fatah. Dan jika pertikaian terjadi, dikhawatirkan kesepakatan itupun akan hancur. ”
Sejumlah petinggi Palestina dan Barat mengatakan, milisi bersenjata yang pro Presiden Palestina Mahmud Abbas dan Hamas beberapa waktu lalu menyatakan bakal memperluas basis pendukung mereka meskipun telah disepakati pembentukan pemerintahan koalisi. Reuters mengulas tentang sejumlah pekerja di kota Ariha Tepi Barat, yang mengatakan, “Kami diminta untuk bekerja membangun basis kekuatan militer yang luas untuk melakukan penjagaan ekstra kepada Presiden Abbas. ” Basis militer itu rencananya akan menjadi landasan sejumlah alat-alat perang milik Fatah.
Kepala pasukan penjaga Presiden kepada Reuters mengatakan, “Ini adalah basis militer yang harus dilengkapi dengan berbagai fasilitas. Tidak ada kaitannya dengan kesepakatan Makkah. Kami tidak mengurangi pekerja di sini tapi kami memang sedang kekurangan fasilitas. Hamas memiliki mortir, dan rudal. Tapi kami belum mempunyai itu. ”
Koresponden Islamonline mengatakan di Ghaza, sejumlah pos-pos militer milik Fatah juga tersebar di antero Ghaza. Di lokasi itu para anggota Fatah melakukan latihan militer. Para anggota Fatah itu mengatakan bahwa lokasi tersebut merupakan kamp militer mereka untuk berlatih menjaga program gerakan Fatah. Sementara itu sejumlah sumber sayap keamanan Palestina mengatakan, bahwa Muhamad Dahlan yang menjadi pimpinan Fatah, saat ini sedang berupaya membentuk pasukan khusus untuk menghadapi polisi Palestina yang berada di bawah koordinasi Mendagri Palestina Said Sheyam asal Hamas. Sebuah informasi menyebutkan Dahlan telah berhasil merekrut 15 ribuan anggota baru untuk pasukan militernya yang akan menjaga Presiden.
Sedangkan Hamas, juga sedang sibuk dengan terus memasok kekuatan polisi mereka yang kini sudah berjumlah 12 ribu orang. Islam Shawan jubir Hamas mengatakan kepada Reuters, “Kami serius menggarap masalah ini. ”
Menurut koresponden Islamonline, ada ratusan anggota polisi Palestina yang sudah diutus untuk mengikuti latihan militer di sejumlah negara Arab, antara lain Iran, Sudan, Yaman dan Suriah.
Fenomena inilah yang dikhawatirkan sejumlah pengamat Palestina. Politisi Palestina Dr. Eyad Barghoutsi mengatakan, “Masalah kecil saja mungkin bisa merusak kesepakatan Makkah bila tak ada niat baik dan kesungguhan dari kedua belah pihak. Kesepakatan Makkah tidak merumuskan solusi masalah melainkan mengarah pada hasil-hasil tertentu saja yang harus dicapai. ”
Sama dengan Eyad, kolumnis sekaligus pengamat Palestina Hani Al-Mashri mengatakan, “Kesepakatan Makkah bukan kesepakatan final antara Hamas dan Fatah untuk bisa mengikat kepercayaan antara kedua belah pihak. Kesepakatan Makkah tidak menyentuh sebab pertikaian antara mereka. ” Karena itulah menurut Mashri adanya aksi militerisasi setelah kesepakatan Makkah, keinginan membangun kekuatan militer keamanan, harusnya diorientasikan pada kepentingan Palestina, tidak lagi pada kepentingan kelompok. (na-str/iol)