Likud (bahasa Ibraninya – konsolidasi) adalah partai kanan-tengah yang relative besar di Israel. Berdiri tahun 1973, gabungan dari beberapa partai sayap kanan dan liberal. Likud menang dalam pemilu di tahun 1977, dan kemenangan Likud ini merupakan titik balik dari sejarah politik di Israel.
Kemenangan partai sayap kanan Likud ini, mengakibatkan kelompok sayap kiri di Israel kehilangan kekuasaan. Ketika pemilu berlangsung, Partai Likud mencalonkan Benyamin Netanyahu (Bibi), dan ia sangat populer, serta terpilih menjadi perdana menteri, di tahun 1996.
Sesudah kemenangan besar itu, dalam pemilihan di tahun 2003, di tubuh partai Likud terjadi perpecahan, tahun 2005, dan salah seorang tokoh partai Likud, Ariel Sharon meninggalkan partai yang sangat konservatif itu, dan membentuk Partai Kadima. Dalam beberapa kali pemilihan antara Partai Likud dan Kadima bertarung, dan menjadi rivalitas yang sangat keras. Partai Likud kalah tipis dengan Partai Kadima, yang didirikan Ariel Sharon. Likud, sekarang menjadi kubu oposisi di parlemen, dan berbagai prediksi yang dilakukan lembaga-lembaga riset di Israel, Partai Likud kemungkinan besar dalam pemilu bulan Februai nanti menang.
Jika Likud memenangkan pemilu di bulan Februari nanti, serta Benyamin Netanyahu pemimpin Likud itu menjadi perdana menteri, pasti akan menerapkan kebijakan lebih keras terhadap Hamas. Dalam kampanyenya, ia menegaskan salah satu tujuannya, Netanyahu akan memusnahkan Hamas, dan membunuh seluruh pemimpinnya. Artinya, usai pemilu Israel nanti, perang akan menjadi pilihan rejim Israel yang baru dibawah Partai Likud.
Hubungan Dengan Dunia Arab :
Likud merupakan kekuatan politik kanan-tengah mempunyai sikap keras terhadap Palestina. Termasuk menolak dengan tegas negara Palestina. Partai yang berdiri di tahun l973 ini, mendukung perluasan pemukiman Yahudi di Gaza dan Tepi Barat. Dan, Likud , intinya selalu menolak berunding dengan Palestina dan Arab. Mereka adalah kumpulan orang Yahudi garis keras (hawk), yang tidak mau kompromi dengan Arab dan Palestina.
Tapi, Likud mengambil langkah yang sangat strategis, dan mendasar sekali, yaitu di tahun l979, membuat perjanjian dengan Mesir, melalui pertemuan di Camp David (AS). Perdana Menteri Israel, Menachem Begin, yang pernah menjadi pemimpin gerakan bawah tanah Irgun, yang ekstrim, bersedia menandatangani perjanjian dengan Presiden Mesir Anwar Sadat, dan sebenarnya perjanjian itu, tujuannya untuk memborgol para pemimpin Mesir, dan hanya dengan imbalan tanah yang menjadi milik Mesir,yaitu gurun Sinai, yang dirampas dalam perang ‘enam hari’ tahun l967.
Sejak perjanjian Camp David itu, para pemimpin Mesir, ibaratnya seperti ‘kerbau’ yang dicocok hidungnya oleh Israel, dan tidak dapat berperan apa-apa di dunia Arab dan Islam.
Lalu, Mesir sudah menjadi bagian dari Israel, sejak Anwar Sadat menandatangani perjanjian Camp David di tahun 1979. Padahal, Mesir mempunyai posisi politik yang penting, dan secara geopolitik sangat strategis, dan dengan penduduknya yang berjumlah 70 juta itu, dan kekuatan militer yang tangguh, sebenarnya Mesir bisa memainkan peranan penting dalam kontek regional. Tapi, akibat perjanjian itu, Mesir kehilangan perannya sama sekali. Sehingga,ketika terjadi konflik di Palestina, Mesir tak dapat memainkan peran apa-apa, kecuali Mesir hanya menjadi ‘jubir’ Israel.
Berikutnya, zaman Likud dipimpin Yitzhak Shamir, semakin memperkokoh posisi Israel, di kawasan Timur Tengah, khususnya dalam menekan bangsa Palestina, melalui pertemuan Madrid, yang melucuti peran PLO, dan kemudian pecah perang Teluk, di tahun 1991. Ketika itu, Shamir secara terang-terangan dan tegas, pertama kali dalam perundingan menolak Negara Palestina, yang menyebabkan Menlu AS, James Baker, yang menjadi penggagas pertemuan merasa gagal total.
Momen itu, dimanfaatkan Benyamin Netanyahu, menegaskan pendiriannya, yang juga menolak bedirinya negara Palestina. Penelanjangan terdadap rakyat Palestina berlanjut terus, sampai pertemuan di Oslo (Norwegia), di mana dalam pertemuan itu, Arafat menyetujui untuk mengubah prinsip dasar perjuangan PLO, meninggalkan perjuangan bersenjata,dan mengganti dengan perjuangan politik, dan pengakuan terhadap eksistensi Israel. Cita-cita PLO mengusir Israel (membuang kelaut Israel), ditanggalkan dari piagam perjuangan PLO. Tapi, konsesi yang sudah diberikan Arafat yang begitu besar tak juga membuahkan negara Palestina. Bahkan, Arafat meninggal di rumah sakit Prancis, dan konon karena diracun dengan arsenik melalui istrinya sendiri, Suha yang Nasrani.
Perang antara Israel dengan rakyat Palestina, tak berhenti sejak berdirinya negara Israel di tahun 1948. Parai Likud yang memimpin pemerintahan, terus memperluaskan tanah jajahannya, termasuk kota-kota Tepi Barat, dan posisi itu, tak pernah berubah sampai hari ini, bahkan Israel terus meningkatkan perluasan pemukiman Yahudi. Waktu Ariel Sharon memimpin Likud, tahun 2005, berpura-pura, meninggalkan ideologi ‘Israel Raya’, dan memerintahkan pemukiman Yahudi yang ada di Gaza, pergi, dan mereka dipindahkan ke Tepi Barat. Sharon secara unilateral (sepihak) memerintahkan para pemukim di Gaza pergi, dan bangunan rumah dan synagogue dihancurkan, sebelum para pemukim Yahudi itu pergi.
Sesungguhnya, di mata Sharon Gaza tidak strategis lagi, dan tidak menjadi faktor ancaman yang berbahaya, sejak Israel – Mesir menandatangani perjanjian Camp David. Karena, Gaza akan sangat tergantung dengan Israel. Karena, Gaza tak memiliki akses keluar kecuali melaluli Mesir atatu Israel. Semua perbatasan Gaza sudah tertutup rapat. Maka, langkah strategis yang dilakukan Sharon, mereduksi jumlah penduduk Palestina Tepi Barat, dan memasukkan orang-orang Yahudi ke wilayah itu. Termasuk mengurangi jumlah peduduk di Yerusalem Timur secara menyeluruh, yang akhairnya menjadi milik Israel, secara mutlak, yang menjadi ibukota Israel, menggantikan Tel Aviv.
Langkah Ariel Sharon memicu konflik di dalam tubuh Partai Likud. ‘Perpecahan’ itu akibat dari kebijakan Sharon, yang secara sefihak memindahkan pemukim Yahudi dari Gaza ke Utara Tepi Barat. Pertentangan dikalangan internal Partai Likud yang sangat keras itu, menyebabkan Sharon membantuk partai baru, yang sekarang disebut Kadima. Sejak peristiwa itu, Benyamin Netanyahu dan Silvan Shalon mengundurkan diri dari Likud, dan tetap oposisi terhadap Negara Palestina, dan menentang pemindahan pemukim Yahudi yang ada di Gaza oleh Sharon.
Likud Anti Arab :
Di dalam prinsip dasar Partai Likud, tahun 1999, menyebutkan, Israel mempunyai hak penuh atas tanah ‘Judea’ dan ‘Samaria’ (Gaza dan Tepi Barat). Inilah akar konflik antara Israel dengan Palestina. Kalangan para pemimin Partai Likud itu juga mengklaim bahwa Sungai Jordan merupakan perbatasan negara Israel dibagian timur, sedangkan Yerusalem adalah bagian dari Israel yang tak terpisahkan, dan menjadi ibukota Israel, secara permanen.
Di dalam prinsip dasar Partai Likud, yang menyangkut: ‘Perdamaian dan Keamanan’, platform Partai Likud menyebutkan : ‘Menolak berdirinya negara Palestina di bagian barat sungai Jordan’. Selanjutnya, di dalam prinsip dasar Partai Likud itu jugag menyebutkan : ‘Israel hanya menyetujui negara ‘mini’, tapi tidak memiliki kedaulatan dan kemerdekaan penuh’.
Sikap Tokoh Likud :
Di bulan Februari 2004, anggota Partai Likud, yang menjabat sebagai Deputi Menteri Pertahanan Ze’ev Bom, di dalam sebuah acara memperingati berdirinya Partai Likud menyatakan : “Apa yang dimaksud dengan Islam? Dan apakah termasuk tentang Palestina? Apakah ada pemisahan antara Islam dengan Palestina secara budaya? Lalu, anggota Kneset, Yehiel Hazan, menambahkan bahwa hakekatnya Palestina itu, tak lain adalah bangsa ‘pembunuh’ dan ‘teroris’.
Bahkan, majalah New Yorker, melakukan wawancara dengan pemimpin sayap kanan, Manhigut Yehudit, Moshe Feiglin, dan ia menyatakan : “Anda tidak akan dapat mengajarkan ‘monyet’ berbicara, dan sama anda tidak akan dapat mengajarkan orang Arab tentang demokrasi. Anda akan setuju menyebut orang Arab berbudaya pencuri dan perampok. Muhammad, nabi mereka adalah pencuri dan perampok serta pembunuh. Dan, orang Arab menghancurkan apa saja yang mereka lihat’, ujar Moshe Feiglin.
Likud Berkubang Darah Palestina.
Tokoh Likud seperti Menachem Begin (1973-l983), Yizhak Shamir (1983-1993), Benyamin Netanyahu (1993-1999), Ariel Sharon (1999-2005), dan Benyamin Netanyahu (2005-2010), adalah tokoh yang berkubang dengan darah orang-orang Palestina. Semua tokoh Likud ikut terlibat dalam gerakan bawah tanah, menjelang perang Dunia II, saat mereka memperjuangkan berdirinya negara Israel di Palestina. Mereka umumnya, anggota dan tokoh gerakan bawah tanah Irgun, yang sangat ekstrim dan dzalim.
Mereka membunuhi orang-orang Palestina, tanpa henti-henti. Tokoh utama mereka,seperti Begin, pernah ikut terlibat peristiwa Deir Yasin, di mana waktu itu, kelompok Irgun meledakkan sebuah hotel, di Yerusalem, yang penuh dengan orang-orang Palestina. Akibat ledakan itu, lebih 200 orang Palestina tewas. Ini merupakan peristiwa pembantaian yang pertama yang dilakukan tokoh garis keras sayap kanan Israel.
Waktu Begin menjadi perdana menteri, dan Ariel Sharon menjadi menteri pertahanan, terjadi peristiwa yang sangat mengerikan di Lebanon. Pengulangan peristiwa di Deir Yasin, di mana Begin memerintahkan Sharon melakukan invasi militer ke Lebanon, tahun 1982, yang tujuannya mengusir pejuang Palestina (PLO) dari Lebanon, karena PLO dinilai menjadi ancaman yang serius bagi keamanan Israel.
Dan, akibat invasi militer yang dilakukan Sharon, berakhir dengan pembantaian terhadap orang-orang Palestina yang berada di kamp Sabra dan Satila. Ribuan anak-anak, wanita dan orang tua, dibantai habis oleh tentara Israel yang bekerjasama dengan milisi Kristen Maronit. Peristiwa ini tidak pernah mendapat perhatian dunia internasional. Dan, justru para pejuang Palestina terusir dari Lebanon, menuju ke Tunisia. Dan, ketika berada di Tunisia, tokoh-tokoh Palestina, banyak yang dibunuh oleh agen Mossad, yang bekerjasama dengan intelijen Tunisia.
Invasi militer Amerika ke Iraq adalah bagian dari cita-cita politik Partai Likud, dan sudah pernah disampaikan oleh Benyamin Netanyahu kepada Presiden Jimmy Carter, di tahun l993, tapi tidak dapat diwujudkan. Namun, saat itu skenario yang dimainkan adalah menciptkan konflik (perang) segi tiga Iraq, Iran, dan Kuwait, yang kemudian Likud mendorong, Presiden Bush Sr, melakukan campur tangan dalam konflik dikawasan Teluk.
Invasi AS ke Iraq adalah ide dari Benyamin Netanyahu, yang sudah ada sejak tahun 1993, dan kemudian dijalankan para pengikut Likud yang ada di dalam pemerintahan Presiden George Walker Bush. Ide Benyamin Netanyahu itu, dilaksanakan oleh kelompok Neo-Kon (Neo- Konservatife) yang bercokol di sekeliling pemerintah Bush. Salah satu tokohnya adalah Paul Wolfowitz, yang mendorong invasi ke Iraq. Dan, Bush melaksanakan gagasan itu, dan Presiden Bush dengan penuh retorika, berbicara tentang senjata pemusnah masal (WMD) dan teroris. Mereka kelompok Likud, yang ada di pemerintah Bush itu, berhasil menggunakan tangan AS untuk menghancurkan Iraq.
Gaza yang luluh lantak, dan ribuan orang yang tewas dan luka, tak lain adalah refleksi dari Partai Likud yang sudah berubah menjadi Partai Kadima. Partai Kadima mempunyai ideologi dan pandangan yang sama dengan Likud, dan sangat anti Arab dan Palestina. Betapapun, jumlah korban dan kehancuran yang sangat dahsyat, tak mempunyai pengaruh apa-apa, bagi rejim Zionis-Israel, yang dipimpin oleh Olmert, yang merupakan pewaris dari Ariel Sharon.
Sekarang, justru semua jajak pendapat di Israel, kemungkinan pemilu akan dimenangkan oleh Benyamin Netanyahu, yang sikapnya tampak lebih keras dan ekstrim terhadap Hamas. Benyamin Netanyahu sudah menyatakan, kalau Likud menang, tujuan utamanya menghancurkan pemerintahan Hamas, dan membunuh seluruh pemimpinnya.
Sesudah bulan Februari nanti, ketika hitungan suara dimenangkan Likud, dan Benyamin Netanyahu menggantikan Ehud Olmert, maka di Gaza akan kembali ‘banjir darah’ rakyat Palestina. Dan, rakyat Israel, lebih senang para pemimpin Israel yang mempunyai obsesi membunuhi rakyat Palestina.
Kita akan melihatnya. Presiden Obama di Gedung Putih, hanya dapat melihat, sambil termangu, dan tidak dapat mencegah kejahatan para pemimpin Partai Likud yang selalu haus darah rakyat Palestina. Wallahu ‘alam (m)