Pemilu Maroko yang digelar pada 7 September lalu, akhirnya menempatkan Partai Keadilan dan Pembangunan pada posisi pertama yang meraih suara terbesar. Menurut hasil penghitungan suara yang dilansir oleh media massa lokal, PKP berhasil meraup 503. 392 suara atau sama dengan 10, 9% dari total suara. Dukungan kaum perempuan terhadap PKP dalam skup pemilu nasional, juga terbanyak dengan total suara 545. 636 suara atau sama dengan 13, 4% dari total suara.
Meski PKP memperoleh suara terbanyak, jumlah perolehan kursinya ada di bawah perolehan kursi Partai Kemerdekaan. PKP hanya memperoleh 46 kursi, sedangkan partai Kemerdekaan yang meraup 494. 256 suara (10, 7%) dan 480. 561 suara (11, 8%), memperoleh 52 kursi parlemen.
Menurut para pengamat, kondisi ini kembali pada sistem pemilu Maroko yang memang mendasarkan perolehan kursi dengan batas minimum suara untuk satu kursi, di setiap daerah pemilihan di seluruh Maroko. Dalam sistem pemilu disebutkan minum suara adalah 6% di setiap dapil untuk bisa mendapatkan kursi parlemen. Dengan begitu, ada beberapa partai juga yang tidak mendapatkan kursi meski mereka memperoleh suara, namun di bawah angka 6% di setiap dapil.
Di sisi lain, para pengamat juga mencatat ada banyak kartu suara yang tidak sah, yakni mencapai 19%. Hal ini mau tidak mau juga mengurangi secara signifikan jumlah suara untuk partai tertentu.
Saaduddin Utsmani, Sekjen PKP mengatkan bahwa kertas suara tidak sah mempengaruhi secara negatif perolehan suara untuk PKP di sejumlah dapil. Ia mengambil contoh soal adanya 27 ribu kartu suara tidak sah di wilayah Anefa. Selai itu, Utsmani juga menggambarkan bahwa PKP dan partai lain yang bersih melakukan kompetisi secara normal dan jujur, sementara ada sejumlah kasus pembelian suara di sejumlah daerah.
Selain PKP sebagai partai Islam, ada Partai Kebangkitan dan Keutamaan yang merupakan pecahan dari PKP, memperoleh 36. 781 suara atau 8% suara, dan memperoleh 39. 134 suara atau 1% suara dalam list dukungan kaum perempuan. Yang membuat miris, Partai ini hanya memperoleh satu kursi parlemen saja dengan sistem pemilu yang berlaku. (na-str/iol)