Kongres Venezuela akhirnya menyepakati usulan Presiden Hugo Chavez untuk merevisi UU yang membatasi periode jabatan Presiden di negaranya. Walhasil, Chavez bisa saja menjadi Presiden Venezuela seumur hidup. Tapi keputusan Kongres itu mendapat reaksi protes yang luas dari lapisan masyarakat dan bahkan sejumlah pejabat negara.
Keputusan Kongres pada hari Jum’at (2/11) terhadap usulan Chavez sebenarnya sama sekali tidak aneh. Sebab pendukung Chavez memang menguasai kursi parlemen. Merekapun serentak mengucapkan “ya.. ya. “ dan meneriakkan yel-yel politik Chavez yang berbunyi “tanah leluhur sosialis atau mati. ” Pendukung Chavez di Kongres mengatakan bahwa revisi UU kepresidenan itu akan membantu negara menyelesaikan tutas masalah kemiskinan yang selama ini diabaikan pemerintah sebelum Chavez selama berpuluh tahun.
Sementara itu, kelompok oposisi, gereja Katholik, para mahasiswa, aktifis HAM, menentang keputusan Kongres yang dianggap melawan demokrasi tersebut. Menurut mereka, perubahan undang-undang itu berarti mendukung kedikatoran pemerintah dari satu orang saja selama berpuluh tahun. Masalah ini kemudian memunculkan gab pula di kalangan para pejabat. Menurut laporan Reuters, mengutip perkataan wakil Presiden Venezuela Ismail Geresia, “Hari ini lembaran hitam dalam sejarah negara ini, dan bagi pemerintahan demokratis. ” Ia menambahkan bahwa langkah mengizinkan Presiden berkuasa seumur hidup adalah langkah ke belakang sebagaimana zaman Uni Soviet.
Chavez terpilih kembali sebagai presiden Venezuela pada Desember tahun lalu. Ia mengatakan dirinya memerlukan waktu lebih panjang untuk mendirikan negara sosialis yang bisa memerangi imperialisme Amerika. Jika tidak ada undang-undang tersebut, kekuasaan Chavez masih harus selesai pada tahun 2013. (na-str/iol)