Parlemen Yordania : Israel Melakukan Kejahatan Perang

Parlemen Yordania mengajukan petisi kepada International Criminal Court (ICC), yang berpusat di The Hague (Belanda), terhadap sejumlah pemimpin Israel, yang terlibat dalam operasi militer ke Gaza, yang menggunakan sandi : Cast Lead. Petisi itu tidak mencerminkan kebijakan Kerajaan Yordania.

Petisi kepada ICC itu, diajukan oleh Ketua Parlemen Yordania, yang membidangi Komite Hukum, Dr.Mubarak Abu Yamin, dan mengajukan sejumlah pemimpin Israel, yang dianggap paling bertanggung jawab atas agresi Israel ke Gaza. Tokoh-tokoh Israel, yang diajukan ke ICC di The Hague itu, ialah Perdana Menteri Israel Ehud Olmert, Menlu Israel Tzipi Livni dan Kepala Shin Bet Avi Dichter. Mereka semua harus diseret ke pengadilan kejahatan perang yang berpusat di The Hague,Belanda.

Namun, keputusan parlemen Yordania itu, menghadapi hambatan, karena Raja Abdullah, yang mempunyai hubungan baik dengan Tel Aviv dan Washington, nampaknya tak dapat merespon dengna positip. Abdullah lebih menginginkan menjaga hubungan baik dengan Tel Aviv dan Washington. Apalagi, selama ini Amman mendapatkan dukungan dana dari Washington, yang tidak sedikit, setiap tahunnya Amman menerima 600 juta dolar dari Washington. Sangat sulit Raja Abdullah mendukung keputusan parlemen Yordania yang menginginkan para pemimpin Israel itu diseret ke pengadilan kejahatan perang, yang diinginkan Mubarak.

“Parlemen tidak dapat mengambil keputusan yang mempunyai pengaruh terhadap kebijakan luar negeri Yordania”, ucap Samer Libdeh, pengamat politik Liberty, yang berbasis di Amman. Pernyataan sikap ketua Parlemen Yordania ini, menurut Samer, menunjukkan dinamika politik di Yordania, yang terus meningkat, terutama pengaruh kalangan ‘Islamis’, yang menginginkan sikap tegas terhadap Israel. Bahkan, menurut Samer Libdeh, ada kecenderungan di Yordania, semakin menguatnya dukungan terhadap Hamas.

Belum lama ini, Raja Abdullah telah mengganti Kepala Intelijen Yordania, Desember, yang lalu, Mayor Jendral Muhammad Dahabi, yang dianggap terlalu dekat dengan Hamas telah diganti dengan Mayor Jendral Muhammad Rathan Raqqad, yang lebih liberal. Nampaknya, pengaruh Hamas sudah sampai ke kerajaan, yang membuat Raja Abdullah harus menjaga keseimbangan antara kekuatan politik yang ada, terutama dengan Faksi Fatah. Pergantian yang berlangsung sangat cepat itu, sesudah Jendral Muhammad Dahabi melakukan kunjungan ke Damaskus, dan bertemu dengan tokoh Hamas, Mohammad Nazzal.

Semua negara Arab menghadapi situasi yang baru, di mana kekuatan Islam, terus bangkit dan mereka menginginkan pelaksanaan ditegakkannya syariah Islam, dan perlawanan jihad terhadap Israel. Sementara itu, pemerintah Yordania mengizinkan aksi-aksi demonstrasi sebagai protes terhadap kejahatan perang yang dialkukan Israel di Gaza. Aksi itu digerakkan oleh Jamaah Ikhwanul Muslimin, yang merupakan kekuatan politik riil di Yordania. (m/jp)