AS memutuskan untuk tetap mempekerjakan para tentara bayaran dari perusahaan jasa militer swasta Blackwater di Irak, di tengah kecaman publik atas insiden penembakan yang dilakukan oleh para tentara bayaran tersebut, yang menyebabkan 11 orang warga sipil Irak tewas beberapa waktu lalu.
AS hanya beberapa hari saja melarang para tentara bayaran dari perusahaan tersebut berkeliaran di Irak. Tapi sejak hari Jumat (21/9), para tentara bayaran dari Blackwater itu sudah terlihat kembali bertugas di jalan-jalan di kota Baghdad. Juru bicara AS Mirembe Nantongo membenarkan bahwa pihaknya kembali mengaktifkan para tentara bayaran itu, namun gerakan mereka akan dibatasi dan semua misi-misi yang akan dilakukan para tentara bayaran itu harus disetujui terlebih dulu oleh pihak AS.
Natongo mengaku pihaknya sudah berkonsultasi dengan otoritas Irak sebelum memutuskan untuk mengaktifkan kembali para tentara bayaran dari Blackwater. Bagi AS, keberadaan para tentara bayaran itu sangat penting untuk mengawal dan menjaga keamanan para personel AS di Irak.
Di sisi lain, PM Irak Nouri al-Maliki sudah menyampaikan saran pada kedutaan besar AS agar tidak lagi menggunakan jasa Blackwater. Maliki menegaskan bahwa ia tidak akan membiarkan para tentara bayaran itu membunuh rakyat Irak dengan darah dingin. Beberapa waktu lalu, ia juga menyatakan akan meninjau kembali keberadaan perusahaan-perusahaan jasa militer swasta yang berada di Irak untuk mencegah insiden-insiden kekerasan terhadap warga sipil di Irak.
Hal tersebut ditegaskan kembali oleh Kementerian Dalam Negeri Irak. Jubir Mendagri Irak, Mayor Jenderal Abdul-Kareem Khalaf hari Jumat menyatakan, kementeriannya sedang membuat draft undang-undang yang memberikan wewenang lebih luas bagi pemerintah Irak untuk menindak perusahaan-perusahaan jasa militer di Irak dan menjatuhkan hukuman berat bagi siapa pun yang melanggar aturan itu nantinya.
Menurut Khalaf, draft aturan baru itu akan segera diserahkan ke parlemen. Dalam draft disebutkan bahwa kementerian dalam negeri punya kekuasaan untuk menuntut perusahaan yang melakukan tindakan kejahatan, menolak atau mencabut kontrak perusahaan bersangkutan.
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Tom Casey meminta otoritas Irak melakukan kordinasi dengan AS sebelum menyerahkan draft undang-undang baru tersebut. Meski ia menyatakan bahwa pejabat pemerintah Irak bebas membuat aturan apapun di negara mereka.
Saat ini, diperkirakan ada puluhan ribu tentara bayaran yang beroperasi di Irak, dan mereka seolah kebal hukum. Ketua kelompok kerja PBB yang memantau penggunaan tentara bayaran di Irak, Jose Luis Gomez del Prado mengungkapkan, sedikitnya ada 160 perusahaan yang saat ini beroperasi di Irak, yang mempekerjakan sekitar 35. 000-40. 000 tentara bayaran. Banyak dari perusahaan jasa militer swasta itu yang tidak memiliki lisensi atau izin operasi.
Menurut reporter investigatif asal AS Jeremy Scahill, Blackwater merupakan perusahaan jasa tentara bayaran yang paling kuat di dunia untuk saat ini. Menurutnya, Blackwater memiliki lebih dari 2. 300 tentara bayaran yang dikerahkan ke sembilan negara, termasuk ke AS. Washington Post menyebutkan, kontrak kerja Blackwater dengan Departemen Luar Negeri AS di Irak mencapai 109 juta dollar dan Deplu AS memberikan keleluasaan pada Blackwater untuk menggunakan kekuatan yang mematikan di Irak. (ln/iol)