Panel Uni Eropa: SWIFT Langgar Hukum karena Bocorkan Data Nasabah ke AS

Uni Eropa menyatakan perusahaan transfer uang Belgia telah melanggar undang-undang yang mengatur masalah privasi, karena memberikan akses bagi AS untuk mengetahui transaksi keuangan pribadi jutaan nasabahnya.

Dalam situs pemantau Uni Eropa disebutkan,"Society of Worldwide Inter-bank Telecommunications (SWIFT) telah melakukan pelanggaran terhadap undang-undang perlindungan data dengan memberikan data-data itu pada pihak AS."

Konsorsium yang berbasis di Brussel itu dilaporkan telah memberik izin pada CIA, FBI dan lembaga-lembaga AS lainnya untuk mengakses jutaan transaksi finansial yang seharusnya dirahasiakan. AS melakukan itu atas dasar alasan perang melawan terorisme. Sementara konsorsium tersebut berargumen, kerjasamanya dengan departemen keuangan AS dalam upaya melawan terorisme adalah "tindakan yang sah menurut hukum."

Pihak SWIFT menyatakan, kerjasama itu sangat penting untuk membantu otoritas negara-negara yang berkepentingan untuk mencegah "serangan terorisme."

Dalam satu hari, SWIFT bisa menangani sekitar 11 juta transaksi keuangan dari lebih 200 negara di seluruh dunia. SWIFT memberlakukan format transfer yang standar misalnya, nama pengirim dan penerima, nomor rekening dan alamat bank, jumlah dan tujuan transfer.

Konsorsium keuangan ini memiliki hubungan dengan sekitar 7.800 bank dan lembaga perantara dengan lalu lintas transfer sebesar 6 triliun dollar per harinya antar bank, lembaga perantara, bursa saham dan lembaga-lembaga keuangan lainnya.

Langgar Hak Sipil

Meski SWIFT berargumen kerjasamanya dengan AS legal, Komite independen data Uni Eropa menilai SWIFT sudah melanggar hak sipil karena telah membocorkan rahasia keuangan seseorang pada pihak lain.

"SWIFT dan lembaga-lembaga finansial lainnya harus segera mengambil langkah penting untuk menghentikan tindakan ilegal ini," kata komite tersebut. Komite ini menuding semua lembaga keuangan di seluruh Uni Eropa yang beranggotakan 25 negara ini sudah melanggar hak kebebasan sipil di Eropa.

Di bawah aturan hukum Uni Eropa, pengiriman data rahasia pribadi seseorang ke negara lain adalah tindakan ilegal kecuali negara yang bersangkutan memberikan perlindungan yang cukup. Sementara Uni Eropa menilai AS sebagai negara yang tidak memberikan perlindungan hukum yang mumpuni bagi data-data pribadi seseorang.

Para pejabat di Eropa menyatakan, komisi bisa menuntut pemerintah Belgia ke pengadilan karena dianggap gagal memaksa SWIFT untuk mematuhi aturan perlindungan data pribadi itu. Tapi SWIFT sendiri nampaknya tidak akan dikenakan sangsi.

Kerjasama SWIFT dan AS dengan memberikan data-data transaksi keuangan nasabahnya, tidak lepas dari kebijakan "mata-mata" AS pascaperistiwa 11 September.

Dengan alasan mencegah aksi serupa, pemerintah AS menerapkan kebijakan untuk secara diam-diam memata-matai semua transaksi finansial di seluruh dunia yang dioperasikan melalui SWIFT.
AS juga meminta data-data penumpang pesawat yang dikelola oleh pelayanan pemesanan tiket secara global yang menangani sejumlah maskapai penerbangan ternama, termasuk mengawasi situs-situs internet.

Lewat pelayanan reservasi itu, AS bahkan bisa mengetahui data seseorang secara detil, mulai dari mobil yang disewanya, hotel tempat menginap, informasi kartu kredit bahkan permintaan ukuran tempat tidur orang bersangkutan di sebuah hotel.

Tindakan pemerintah AS itu menuai kritik di dalam negeri AS sendiri. Seorang hakim di AS pada Agustus lalu menuding Presiden Bush telah melakukan pelanggaran konstitusi dengan menerapkan program mata-mata di dalam negeri. (ln/iol)