Eramuslim.com – Di tengah pandemik, tidak terlihat lagi anak-anak di Afghanistan yang bermain di pekarangan rumah bersama temannya. Suasan perkampungan senyap, bukan karena anak-anak itu menderita masalah kesehatan. Hanya sedikit anak-anak di Afghanistan yang terdampak masalah kesehatan di tengah pandemik, tetapi begitu banyak yang terdampak karena masalah ekonomi.
Pandemik membuat membuat keluarga mereka mengalami ketidaksetaraan yang tidak dihadapi negara-negara kaya. Para orangtua yang kebingungan harus memberi makan apa pada mereka, akhirnya tidak mempunyai pilihan; Menyuruh mereka bekerja jadi buruh kasar atau menikah!
Sekitar 64 persen penduduk yang berusia di bawah usia 25 hidup di bawah garis kemiskinan, menurut angka PBB. Di awal pendemik, mungkin mereka terlihat bisa mengatasi masalah ekonomi, tetapi lama kelamaan mereka kehabisan tabungan sementara penghasilan harian sudah tidak ada lagi.
Halime telah mengalami hal itu. Saat ini usianya 12 tahun, tetapi orangtuanya memutuskan untuk segera menikahkannya sebagai cara untuk bertahan secara finansial. Halime diminta pindah dari rumah orangtuanya setelah menikah. Itu berarti telah berkurang beban orangtua untuk menafkahi anaknya.
Halime tidak paham arti menikah yang sebenarnya kecuali; “Aku akan membuat teh dan memasak untuk suamiku,” katanya malu-malu dari rumah kecilnya di sebuah kamp untuk orang-orang terlantar di provinsi Herat.
Orang tuanya telah tinggal di sini selama tiga tahun terakhir, awalnya melarikan diri dari konflik di provinsi tetangga Ghor, nyaris tidak bertahan hidup dengan upah buruh harian.