Blok Muqtada al-Sadr di parlemen Irak gagal membendung pembahasan pakta keamanan antara pemerintah dan militer AS, yang diserahkan kabinet Irak ke parlemen kemarin. Parlemen Irak yang berjumlah 275 orang mulai membahas pakta yang akan memberikan status bagi keberadaan pasukan AS di Irak, meski mayoritas rakyat Irak menentang pakta tersebut. Sejumlah pengamat politik di Irak juga mengingatkan bahwa pakta keamanan SOFA (Status of Forces Agreement) adalah bentuk baru penjajahan AS di Irak.
Seperti diketahui, AS mengusulkan SOFA pada pemerintah Irak, menjelang berakhirnya mandat PBB bulan Desember mendatang. Dalam proses pembahasannya, AS terkesan memaksa bahkan menekan pemerintah Irak agar menyetujui pakta tersebut dan menakut-takuti bahwa situasi keamanan di Irak akan makin memburuk jika SOFA tidak segera diberlakukan, dimana AS meminta agar pasukannya diizinkan berada di Irak sampai tahun 2011.
"Dengan menyetujui pakta tersebut, pemerintah Irak telah membuka pintu bagi aksi-aksi kekerasan yang lebih besar di Irak. Mereka tahu rakyat Irak tidak menginginkan pasukan AS terus berada di Irak dan hal itulah yang menjadi persyaratan utama perdamaian yang diajukan oleh kelompok-kelompok pejuang di Irak," kata Salah al-Sadoon, seorang analis politik di Irak.
Sadoon mengatakan, jika parlemen mengesahkan pakta tersebut dan pakta itu diberlakukan, Irak akan menyaksikan lebih banyak lagi kematian di kalangan rakyat sipil. "Pasukan AS tidak akan pernah bisa memperbaiki kerusakan yang telah ditimbulkannya di tengah rakyat Irak," tukas Sadoon.
Profesor bidang politik di Universitas Baghdad, Maruan Yehia menilai pemerintah telah mengkhianati rakyat yang menginginkan kebebasan dari belenggu penjajahan pasukan asing. "Rakyat Irak melihat pakta ini sebagai kedok AS untuk memperpanjang pendudukannya di Irak," kata Yehia.
Ia mengkritik kabinet Irak yang tidak berhasil mengubah salah satu klausul penting dalam pakta itu, yaitu klausul yang memberikan imunitas hukum bagi pasukan AS yang melakukan tindak kekerasan di Irak.
"Ini adalah berita buruk bagi semua rakyat Irak. Pakta itu akan membahayakan stabilitas keamanan di Irak yang mulai membaik, karena saya ragu pasukan Mahdi dan kelompok-kelompok perlawanan lainnya di Irak bisa menerima kesempatan ini," tambah analis politik Juaan Mohammad.
Apa yang dikhawatirkan Mohammad tidak berlebihan karena pasukan perlawanan Syiah pimpinan Muqtada al-Sadr sudah mengumumkan pembentukan pasukan milisi baru bernama "Brigade Hari yang Dijanjikan" yang akan melakukan perlawnan terhadap pasukan AS di Irak.
"Mereka (AS) sedang mempermainkan kami. Mereka bermain api dan akan terbakar. Kami tinggal menunggu perintah dari Muqtada al-Sadr untuk merapatkan kembali barisan Pasukan Mahdi dan kami akan melawan para penjajah," tukas seorang anggota senior kelompok al-Sadr.
"Kami tidak akan menunggu sampai 2011 untuk mengusir mereka dari tanah air kami. Kalau mereka tidak mau pergi dengan cara damai, kami yang akan memaksa mereka angkat kaki," tandasnya. (ln/iol)