Pakistan akan mendeportasi sekitar 50 ribu pengungsi asal Afghanistan yang berada di wilayah pedalaman Bajaur. Pemerintah Pakistan mengeluarkan perintah deportasi karena menganggap banyak dari para pengungsi tersebut yang menjadi anggota kelompok-kelompok al-Qaidah dan Taliban.
"Perintah deportasi itu disampaikan ke aparat kepolisian Bajaur, sehingga mereka bisa memaksa para pengungsi keluar dari wilayah itu," kata pejabat pemerintahan wilayah Bajaur, Abdul Haseeb.
Untuk memaksa para pengungsi pulang ke negara asalnya, otoritas pemerintah Pakistan akan membuldoser kamp-kamp pengungsi Afghanistan itu dan memulangkan sekitar 25 orang Afghanistan yang ditangkap polisi Pakistan di kota Khan, Bajaur.
Sejak awal Agustus kemarin, pemerintah Pakistan melakukan operasi militer ke Bajaur atas tekanan negara AS, untuk menumpas anggota al-Qaidah dan Taliban di wilayah itu. Sejak operasi tersebut, sedikitnya 1.000 orang menjadi korban.
Sama seperti pendahulunya Pervez Musharraf, presiden Pakistan yang bari Asif Ali Zardari menyatakan tetap akan bekerjasama dengan AS dalam "perang melawan teror", meski banyak kalangan di dalam negeri Pakistan yang menolak kerjasama Pakistan dengan AS.
Belakangan malah tersiar kabar bahwa Zardari diam-diam memberikan persetujuan atas serangan-serangan misil AS ke wilayah Pakistan yang terjadi sepanjang bulan September kemarin. The Wall Street Journal mengutip pernyataan Zardari yang mengatakan, "Kami memiliki kesepahaman, dalam hal bahwa kita harus memburu musuh-musuh kita bersama-sama."
Namun juru bicara pemerintah Pakistan, Farhatullah Babar membantah bahwa pemerintah Pakistan memberikan "lampu hijau" pada AS untuk menembakkan misil-misil ke wilayah Pakistan. Babar menyatakan, media massa telah salah menafsirkan komentar Zardari tentang upaya melawan terorisme.
"Posisi pemerintah adalah, kami tidak membenarkan serangan-serangan pasukan asing ke wilayah Pakistan," tukas Babar. (ln/aljz/iol/prtv)