Pakistan, Kalah Telak dalam "Perang Melawan Teror"

Lewat kepemimpinan Pervez Musharaf-mantan presiden Pakistan-negara di Asia Selatan ini terlibat dalam kampanye "perang melawan teror" yang digaungkan AS. Sebagai sekutu, Pakistan selalu mengikuti apa yang diperintahkan untuk memburu kelompok-kelompok Taliban dan al-Qaida yang diklaim AS bersembunyi di wilayah-wilayah pedalaman Pakistan dengan dalih "perang melawan teror".

Namun Pakistan akhirnya harus membayar mahal semuanya itu. Stabilitas negara ini makin rawan akibat serangan-serangan balik dari kelompok-kelompok yang selama ini dianggap sebagai kelompok militan dan teroris oleh pemerintah Pakistan. Bukan itu saja, Pakistan juga dikhianati oleh sekutunya, AS yang memberikan keleluasaan bagi pasukannya untuk melakukan operasi-operasi militer ke wilayah Pakistan dan korbannya kebanyakan adalah warga sipil Pakistan.

Pakistan bukan hanya kehilangan rakyatnya yang tak berdosa, kedaulatannya pun sudah diinjak-injak oleh negara lain. Pakistan juga masih kecolongan dengan aksi-aksi serangan bom, dan yang paling telak adalah tragedi bom Hotel Marriot akhir pekan kemarin. Melihat kondisi Pakistan sekarang ini, berbagai kalangan di Pakistan mengatakan bahwa Pakistan sebenarnya sudah kalah dalam "perang melawan teror" seperti juga kekalahan yang diderita AS, pencetus "perang" itu.

"Kita kehilangan lebih banyak tentara dibandingkan dengan jumlah tentara AS yang mati di Afghanistan, dalam ‘perang melawan teror’ ini. Rakyat Pakistan cuma menjadi umpan dalam perang yang sebenarnya perang milik orang lain, bukan milik Pakistan," kata Shahzad Bad, seorang penulis di Islamabad.

Yang menyedihkan, kata Badr, ribuan rakyat Pakistan yang tidak tahu apa-apa tewas di tangan orang-orang Pakistan sendiri. "Aparat keamanan membunuh orang-orang pedalaman dan orang-orang pedalaman membunuh aparat keamanan Pakistan dan warga sipil. Tidak ada teroris yang terbunuh oleh operasi-operasi militer yang dilakukan pemerintah Pakistan maupun AS," papar Badr.

Ia juga menyesalkan sikap pemerintah dan media Pakistan yang tidak menunjukkan simpatinya yang besar ketika rakyat sipil yang menjadi korban operasi-operasi militer. "Ketika rakyat dibom dan dibunuh di pedalaman-pedalaman Pakistan dengan dalih memburu teroris, tidak ada kesedihan atau protes di Islamabad atau dimanapun di negeri ini. Begitu juga dengan media massa, tidak memprotes pemboman-pemboman itu. Tapi ketika pemboman terjadi di Islamabad, seolah-olah langit sudah runtuh," tukas Badr.

Analis politik di Islamabad, Irfan Siddiqui juga mengkritik pengemboman yang tak pandang bulu di wilayah-wilayah pedalaman Pakistan. "Kita sudah memproduksi material-material mentahnya, dengan melakukan pengeboman dan pembunuhan warga sipil di pedalaman. Material-material mentah itu, sekarang mudah sekali meledak. Kita telah memberi ruang bagi orang-orang yang ingin memanfaatkan dan mengeksploitasi masyarakat pedalaman dengan mengatasnamakan tindakan balas dendam," papar Siddiqui.

Masyarakat pedalaman Pakistan terutama suku Pastun, kata Siddiqui, tidak bisa dipisahkan dari tradisi balas dendam yang memang sudah menguratakar dalam tradisi mereka. "Mayoritas masyarakat pedalaman tidak berpendidikan. Aspek terkuat dari komunitas mereka adalah balas dendam. Ketika mereka  melihat orang-orang Pakistan dan Amerika saling bekerjasama dan membom desa-desa mereka, membunuh anak-anak dan perempuan, yang ada di pikiran mereka pelakunya adalah orang-orang Islamabad atau Karachi yang bersekutu dengan AS. Bagi mereka, tak ada jalan lain selain melakukan balas dendam," jelas Siddiqui.

Sementara Hamid Hussein, warga Pakistan yang berprofesi sebagai fotografer, selain mengecam pemerintah juga mengecam Taliban. "Pernahkan kita berpikir siapa yang akan memenangkan perang ini, perang yang membunuh rakyat kita sendiri? Bisakah Taliban memenangkan perang melawan AS dengan membunuh saudara-saudara Muslim mereka sendiri?" tanya Hussein.

"Dari utara sampai selatan, rakyat Pakistan yang tak berdosa terbunuh sementara para teroris dan orang-orang Amerika bisa melenggang dengan aman. Sudah berapa banyak anak-anak yatim dan janda yang mereka tinggalkan?" sambung Hussein.

Hussein meminta pemerintah Pakistan dan kelompok militan lokal untuk melihat kembali posisi mereka, karena sudah banyak masyarakat awam yang menjadi korban.

Dalam tragedi serangan bom Hotel Marriot, Taliban Pakistan sudah menyatakan tidak terlibat dalam insiden itu. Yang mengaku bertanggung jawab atas serangan itu justru kelompok "Fedayeen of Islam" kelompok yang selama ini tidak dikenal di Pakistan. (ln/iol)