Pagi Hari 28 Juni, Kisah Seorang Anak Perempuan Ghaza

Rawi kebingungan berlari ke semua sudut ruangan. Ia berusaha mencari kelompok anak-anak seusianya yang berhamburan lari karena mendengar dentuman ledakan berulangkali terdengar sangat memekakkan telinga. Tembakan tank, misil dan granat yang dilontarkan Israel dalam operasi “Hujan di Musim Semi” di Ghaza, membuat anak-anak tidak tahu apa yang harus mereka lakukan.

Rawi, adalah seorang anak perempuan yang usianya belum sampai 6 tahun. Ia tidak lebih baik dari puluhan anak-anak yang disergap kengerian luar biasa oleh dentuman ledakan, hingga tangan-tangan kecilnya harus menutup telinganya setiap kali terdengar dentuman bom diiringi getaran tempat kaki mereka berdiri. Kegemparan yang terjadi pada pagi hari itu, membuat Rawi terjatuh dan berusaha bangun lalu terjatuh lagi. Ia lalu berjalan lama sekali mencari keluarganya yang hilang, untuk mendapat rasa aman dari ketakutan yang tidak begitu ia mengerti.

Keluarga Rawi mengungsi dalam situasi ketakutan di antara dentuman ledakan, hingga Rawi tertinggal. Rawi kemudian bergabung dengan kelompok pengungsi dari kota Syauka, Timur Rafah. Di sanalah ia bertemu dengan sang ibu bersama dua orang saudaranya, Ahmad dan Muhammad. Di tangannya yang kecil, ia membantu dua adiknya yang kehausan dan membawakan mereka sebuah botol berisi air.

Sang ibu, terlebih lagi Rawi, sama sekali tidak mengerti dengan situasi tiba-tiba yang dialaminya. Sang ibu, memang mendengar dari siaran radio tentang operasi “Hujan di Musim Semi”. Tapi ia tetap saja bertanya, “Kenapa tank-tank dan pesawat tempur Israel datang ke desa kami?”

Rawi masih ingat bagaimana suasana rumah dan desanya, juga mainannya yang ia tinggalkan dan tidak tahu lagi bagaimana kondisinya sekarang. Ke tempat-tempat seperti inilah, lokasi jatuhnya bom dan misil Israel yang dimuntahkan pasukan udara maupun tentara angkatan darat Israel. Penduduk Ghaza, tak memiliki senjata apapun kecuali teriakan dan air mata, untuk mengungkapkan kepedihannya akibat agresi militer Israel yang terus menerus mengancam kehidupan mereka.

Sang ibu bercerita, “Tiba-tiba saja sejumlah tank masuk mendekat rumah kami. Lalu kami menyaksikan pemandangan mengerikan dan kami berhamburan keluar rumah untuk memelihara nyawa kami dan anak-anak kami. Kami kini mengungsi dan tidak ada tempat untuk kami.” Bukan hanya tempat, karena mereka kini tidak lagi mendapat aliran listrik dan otomatis sulit memperoleh air bersih. Itu karena Angkatan Udara Israel telah membombardir instalasi listrik Ghaza.

Keluarga Rawi hanya satu dari ratusan keluarga Palestina lain yang kondisinya tidak jauh berbeda. Mereka semua lari mengungsi dengan penuh ketakutan dan ancaman tembakan serta ledakan bom. Hari Rabu (28/6), Israel telah mengerahkan pasukan perangnya besar-besaran untuk memasuki Ghaza, demi menyelamatkan satu orang serdadunya yang ditawan oleh pejuang Israel. Ternyata, itulah yang dinamakan operasi militer “Hujan di Musim Semi”. (na-str/iol)