Oposisi Tunisia Tolak Dialog dengan Rezim Penguasa

Partai-partai oposisi Tunisia menolak berdialog dengan rezim Tunisia sebelum adanya Undang-Undang Amnesti Umum dan Pembebasan Para Tapol. Selain itu, koalisi oposisi juga mengkritik keras rezim penguasa yang mencekal tokoh-tokoh yang melakukan hak-hak politiknya secara damai.

Sejumlah keluarga tapol telah berkirim surat kepada organisasi-organisasi HAM internasional agar menekan Rezim Tunisia yang memperlakukan para tapol secara tidak manusiawi, khususnya ratusan tapol yang ditangkap akhir-akhir ini atas tuduhan keterlibatan mereka terhadap aliran Salafiy Jihadiy.

Tuntutan koalasi oposisi itu mencuat dalam sebuah pertemuan tahunan keenam yang bertepatan dengan Hari Solidaritas Tapol Sedunia. Pertemuan itu bertemakan “Menuju Pembebasan Tapol, dan RUU Amnesti Umum untuk Para Korban Pemberangusan di Tunisia. ”

Acara tahunan ini terselenggara oleh organisasi-organisasi Tunisia, Maroko dan Arab di Paris bekerja sama dengan parpol-parpol dan LSM-LSM HAM di Tunisia dan didukung penuh oleh organisasi-organisasi HAM internasional.

Terkait pemberangusan terhadap aktifitas tokoh-tokoh politik di Tunisia, Mustafa Bin Ja’far, sekjen Partai Poros Amal dan Kebebasan mengatakan, “Larangan ini menyakiti kebebasan berkumpul yang telah dijamin oleh undang-undang. Pada dasarnya keberadaan parpol-parpol itu adalah untuk ikut serta dalam memberikan solusi terhadap kesulitan-kesulitan rakyat dan untuk mendengarkan mereka. ”

Ja’far berpendapat bahwa kesulitan terbesar di Tunisia saat ini adalah dibungkamnya para Tapol.

Karena itu, imbuh dia, saat ini diperlukan solusi secepatnya terkait masalah para tapol yang menjalani hidup dalam situasi sangat sulit, begitu juga dengan keluarga mereka.

Terkait kekerasan yang dilakukan anak-anak muda Tunisia akhir-akhir ini, Ja’far memberikan alasan bahwa, “Operasi aksi-aksi vandalisme sebagian anak-anak muda itu tak lebih akibat arogansi institusi penguasa di negeri kita dan ketertutupan mereka. ”

Dia menambahkan, kekerasan itu merupakan permulaan yang akan menuju ke arah yang lebih buruk jika penguasa tidak melakukan perbaikan kondisi dalam negeri.

Seperti diketahui pada penghujung 2006 dan awal Februari 2007 Tunisia kerap dihebohkan oleh kontak senjata antara pihak keamanan kontra kelompok-kelompok bersenjata. Pemerintah menuduh Salafiyyah Jihadiyyah sebagai pelaku kekerasan itu.

Pada 23 Februari 2007 lalu pemerintah Tunisia mencekal para aktifis politik, petinggi parpol dan LSM-LSM yang akan menghadiri sebuah diskusi yang diselenggarakan sebuah partai oposisi. Tercatat mereka yang dicekal itu antara lain mantan juru bicara Gerakan Kebangkitan Ali Al-Aridh dan Ketua Ikatan Wartawan Tunisia Lutfi Hajji.

Akhir-akhir ini tuntutan pembebasan para Tapol Tunisia semakin kencang. Pasalnya, sejumlah tapol dilaporkan meninggal di sel-sel tahanan, yang oleh Organisasi Solidaritas Tapol disebut sebagai ‘kematian pelan-pelan. ’

Dalam diskusi pekan lalu dipamerkan foto-foto 42 aktifis Gerakan Kebangkitan yang meninggal di sel-sel penjara atau saat mereka ditangkap atau pasca dikeluarkan dari penjara. Nama-nama yang meninggal itu antara lain Sahnun Al-Jauhari, Faishal Barakat dan Najah Al-Majiri.(ilyas/iol)