Operasi Penangkapan Teroris di New York Cuma Rekayasa?

Aparat keamanan AS mulai dari kepolisian sampai FBI boleh berbangga hati mengklaim telah berhasil membongkar rencana serangan teroris, menyusul penangkapan empat orang di New York yang menurut pihak keamanan AS berencana meledakkan dua sinagog dan pangkalan pesawat militer AS, pada hari Kamis pekan kemarin. Tapi sejumlah pakar keamanan di AS mencurigai bahwa operasi penangkapan itu hanya sebuah rekayasa.

Menurut keterangan pihak berwenang di AS, mereka berhasil menggagalkan rencana serangan teroris itu berkat informasi seorang informan. Sebelum operasi penangkapan, FBI mengirim informannya bernama Shahed Hussain ke Masjid Al Ikhlas di Newburgh yang tugasnya memancing para jamaah di masjid itu untuk bicara soal jihad.

Bagi sejumlah jamaah di Masjid Al Ikhlas, Newburgh, Hussein memang sudah dicurigai sebagai agen mata-mata FBI. Hussein direkrut FBI sebagai informan sejak tahun 2002. Ketika itu ia dituduh terlibat kasus penggelapan dan terancam dideportasi dari AS. Untuk menghindari deportasi itu, Hussein bersedia bekerjasama dengan FBI.

"Orang yang tahu siapa Hussein, lebih memilih untuk tidak berdekatan dengan dia," kata Imam Masjid Al Ikhlas, Salahuddin Mustafa Muhammad.

Dalam menjalankan tugasnya sebagai informan, Hussein berhasil mendekati James Cromitie, satu dari empat orang yang ditangkap aparat keamanan AS hari Kamis kemarin dan dituding sebagai pimpinan kelompok tersebut. Husseinlah yang memberikan bahan peledak C4 dan peluncur misil palsu yang disediakan FBI pada kelompok Cromitie.

Tindakan FBI melibatkan informan yang justeru mendorong orang untuk melakukan tindak kriminal, dikritik oleh para pakar hukum di AS. Terence Kindlon, seorang pengacara terkemuka di New York mengatakan bahwa FBI telah merekayasa operasi penangkapan tersebut dan berhasil mendapatkan empat orang "idiot" yang bisa dijadikan kambing hitam. "Secara keseluruhan, operasi ini sebuah operasi bodoh yang telah membuang-buang waktu dan uang," kritik Kindlon.

Pakar hukum lainnya Kevin Luibrand juga mempertanyakan operasi penangkapan di New York Kamis kemarin. "Satu pertanyaan yang harus dijawab adalah, apakah si informan ikut terlibat dan mendata orang-orang yang dianggap tidak bermasalah, apakah pemerintah sengaja merayu orang untuk melakukan tindak kejahatan?," ujar Luibrand.

Banyak pihak yang meyakini bahwa keempat tersangka yang ditangkap polisi New York dan FBI cuma penjahat "kelas teri", bahkan seorang tersangka adalah penderita gangguang jiwa. Tak seorang pun dari mereka yang diyakini terlibat dalam kelompok "teroris" seperti yang diklaim FBI dan pihak kepolisian.

"Mereka cuma orang-orang bodoh," kata Kindlon.

Keempat tersangka yang diklaim aparat keamanan AS akan melakukan serangan di New York diidentifikasi bernama Cromitie, 44, David Williams, 28, dan Onta Williams, 32, ketiganya bekas narapidana. Satu tersangka lagi bernama Laguerre Payen, 27, asal Haiti, seorang katolik dan pernah mengidap penyakit paranoid schizophrenic.

Kindlon juga menilai operasi penangkapan terhadap keempat orang itu dengan melibatkan pasukan elit SWAT sebagai tindakan yang terlalu berlebihan. "Apa perlu penangkapan orang seperti mereka, menggunakan pasukan yang berpakaian ala ninja dengan persenjataan M16," sindir Kindlon yang juga mantan marinir berpangkat sersan.

"Di suatu tempat, al-Qaida pasti tertawa melihat cara Amerika yang ketakutan. Para agen-agen keamanan AS cuma berfantasi dan tidak mampu melawan teroris yang sebenarnya," tukas Kindlon. (ln/iol)