Enam warga Palestina, seorang tentara Israel dan 35 orang lainnya luka-luka dalam operasi besar-besaran militer Israel ke Jalur Gaza.
Para saksi mata dan tenaga medis mengungkapkan, pasukan infanteri Israel dengan tank-tanknya menyerbu kota Bait Hanun sepanjang Selasa (31/10) malam, memblokade akses ke rumah sakit, mengepung dan mengontrol seluruh kota.
Koresponden Aljazeera di Palestina melaporkan, juru bicara militer Israel membenarkan "operasi besar" tersebut. Mereka melancarkan dua serangan udara dan mengklaim berhasil melumpuhkan "30 orang bersenjata Palestina."
Militer Israel juga mengumumkan bahwa seorang tentaranya tewas dalam operasi penyerbuan ke Bait Hanun dan mengatakan bahwa operasi tersebut merupakan operasi "terbatas" namun menolak mengatakan kapan operasi itu akan berakhir.
Serangan Israel ke Bait Hanun bertujuan untuk menghentikan serangan roket ke wilayah Israel. Klaim Israel menyebutkan, para pejuang Palestina telah menembakkan sekitar 300 roket dari Bait Hanun ke Israel sejak awal tahun ini. Oleh sebab itu, dalam beberapa minggu terakhir, para pejabat tinggi Israel menyerukan perluasan serangan di Jalur Gaza.
PM Palestina, Ismail Haniyah dalam rapat kabinet mingguan, mengecam operasi serangan Israel ke wilayah Palestina.
"Serangan-serangan, ancaman dan penangkapan terus berlanjut," ujar Haniyah.
"Ancaman-ancaman sudah sampai pada tingkat terbaru sejak Israel bicara soal pendudukan kembali sebagian Jalur Gaza sebagai upaya mengisolasi wilayah itu dari Mesir," sambungnya.
Sebelumnya, PM Israel, Ehud Olmert menyatakan, Israel bisa memperpanjang jangka waktu serangan yang ditargetkan selama empat bulan ke wilayah pesisir pantai Jalur Gaza. Sejauh ini, serangan-serangan yang dilancarkan Israel sudah menelan korban 260 warga sipil Palestina dan dua tentara Israel tewas.
Rabu (1/11) ini, menteri kabinet bidang keamanan Israel akan memutuskan apakah akan memperpanjang operasi serangan ke Gaza.
Sementara itu Menteri Pertahanan Israel, Amir Peretz mengindikasikan adanya kemungkinan baru untuk melanjutkan pembicaraan dengan Palestina. Ia mengungkapkan bahwa inisiatif perdamaian yang digagas Arab Saudi bisa menjadi "dasar negosiasi."
"Kami bisa melihat inisiatif Saudi sebagai basis negosiasi. Ini bukan berarti bahwa kami mengadaptasi inisiatif Saudi, tapi hal itu bisa dijadikan sebagai dasar," ujar Peretz dalam konferensi akademis di Universitas Tel Aviv, hari Selasa malam.
Arab Saudi mengajukan proposalnya pertama kali pada tahun 2002. Proposal itu berisi seruan perdamaian antara Israel dan dunia Arab berdasarkan pada penarikan mundur Israel secara penuh dari wilayah-wilayah yang dicaploknya pada tahun 1967-saat perang Timur Tengah-antara lain wilayah Tepi Barat, Jalur Gaza, Yerusalem Timur dan dataran tinggi Golan.
Peretz adalah pejabat senior Israel yang secara terbuka menyatakan mau mempertimbangkan proposal itu. (ln/aljz)