Al-Qurani : Guantanamo Tetap Jadi Kamp Penyiksaan

Barack Obama jadi presiden, tidak banyak mengubah kondisi para tahanan Muslim di kamp penjara AS di Guantanamo, Kuba. Meski Obama menyatakan akan menutup kamp tersebut, praktek-praktek penyiksaan oleh para penjaga pejara terhadap para tahanan belum berhenti.

Mohammad al-Qurani, seorang tawanan kamp Guantanamo asal negara Chad pada televisi Al Jazeera mengungkapkan bahwa ia dipukuli dan dilempar gas air mata karena menolak meninggalkan sel. Siksaan semacam itu dialaminya 20 hari sebelum Obama diambil sumpahnya sebagai presiden baru AS. Sejak itu, al-Qurani hampir setiap hari menjadi obyek penyiksaan tentara-tentara AS di kamp tersebut.

"Sejak Obama resmi menjadi presiden, penjaga penjara kamp tidak menunjukkan pada kami bahwa situasi akan berubah," ujar al-Qurani.

Padahal di hari kedua pemerintahannya, Obama memerintahkan penutupan kamp penjara Guantanamo. Ia juga menandatangani surat perintah agar semua teknik interogasi terhadap para tawanan dengan cara penyiksaan, dihentikan.

Setelah al-Qurani dipindahkan ke blok tahanan yang baru, tempat para tawanan yang sedang menunggu pembebasan, ia dibolehkan menggunakan telepon dan orang pertama yang ia hubungi adalah Sami al-Hajj, wartawan Al Jazeera yang pernah enam tahun mendekam di kamp penjara Guantanamo dan dibebaskan tahun 2008 lalu.

Al-Hajj mengatakan, meski AS memiliki pemerintahan baru, gaya "pemerintahan" di kamp Gitmo tidak berubah. "Perlakuan kejam terhadap para tawanan masih berlangsung. Ada beberapa orang tawanan yang sudah mendekam di kamp selama pemerintahan Bush dan mereka mendapatkan perlakuan yang sama kejamnya saat masa presiden Obama," kata Al-Hajj.

Terkait penyiksaan yang diterima, al-Qurani mengatakan, ia menolak keluar sel karena para penjaga penjara tidak memberikan hak-haknya sebagai tahanan, seperti berinteraksi dengan sesama tahanan, makanan yang layak dan kesempatan untuk berjalan-jalan di luar sel.

"Sekelompok tentara berjumlah enam orang dengan mengenakan masker dan helm, masuk ke sel saya bersama seorang tentara yang membawa kamera dan sebuah gas air mata. Mereka memukuli saya dengan tongkat yang terbuat dari plastik dan karet dan membuka gas air mata ke arah saya."

"Saya sampai sulit bernapas dan tidak bisa bicara, mata saya banyak mengeluarkan air akibat gas air mata tersebut," tutur al-Qurani menceritakan penyiksaan yang dialaminya.

Dalam kondisi yang sudah lemah, tentara-tentara AS kembali memukuli al-Qurani. Seorang tentara bahkan membenturkan kepala al-Qurani ke lantai. "Saya mulai berteriak pada seorang tentara senior ‘lihatlah apa yang dia lakukan, lihatlah apa yang dia lakukan’. Tapi si tentara senior itu cuma tertawa dan berkata ‘dia sedang melakukan tugasnya’," ujar al-Qurani.

Akibat benturan itu, satu gigi al-Qurani tanggal. "Mereka tidak merekam darah yang keluar, karena mereka mengambil gambar penyiksaan saya dari belakang, sehingga tak ada darah yang terlihat," sambungnya.

Al Jazeera yang mengkonfirmasi kasus penyiksaan ini ke Pentagon dan Departemen Kehakiman AS hanya menerima jawaban dari Juru Bicara Kamp Guantanamo Komandan Angkatan Laut, Letnan Brook DeWalt dan Brook mengaku tidak punya catatan tentang insiden tersebut.

"Kami tidak punya bukti apapun yang bisa mendukung dan memberikan indikasi atas klaim penyiksaan ini," kata Brook.

Bulan Maret kemarin, pengacara dari Reprieve-organisasi HAM yang mewakili para tahanan Guantanamo-Ahmed Ghappour menyatakan bahwa kondisi para tahanan di kamp Gitmo makin memburuk begitu Obama menjadi presiden AS.

"Jumlah laporan insiden kekerasan di Kamp Lima, salah satu kamp isolasi di kamp Guantanamo, terus bertambah," ujar Ghappour.

Ia sudah mengajukan sedikitnya tiga laporan ke pihak militer AS sejak 22 Desember 2008 dan meminta agar kasus-kasus dalam laporan itu diselidiki. Tapi sampai detik ini, militer AS belum menjawab satu pun laporan tersebut. (ln/aljazeera)