Obama Bukan Mesias

Seorang Mesias tidak akan pernah mendarat di bandara Heliopolis, Mesir. Namun, apa daya, harapan yang dibangkitkan oleh kunjungan Obama yang singkat ke Kairo hampir tak ubahnya seperti peristiwa Mesianik.

Toko-toko di seantero negeri menjual souvenir dengan judul "Obama – Tutankhamen baru di dunia." Dalam budaya dan kebiasaan Mesir, ini artinya super-pujian. Padahal, satu jam Obama berpidato sama sekali ia tak bisa memenuhi harapan seperti itu, tidak pula dalam dua jam sambutannya. Mesias adalah seorang penyelamat atau raja agung dalam agama Yahudi, dan Tutankhamen adalah sebuah simbol kebesaran Mesir

Keputusan Obama dalam menempatkan dunia Arab sebagai prioritas utama dari kebijakan luar negerinya bukan sebuah aspirasi Mesianik, akan tetapi musibah. Nyata jelas Amerika menentukan peraturan dan opini publik bangsa Arab lebih daripada sebelumnya. Obama adalah simpul tali yang oportunis. Karena dia memerlukan penguasa Arab, nyata ia meredupkan retorika andalannya tentang demokrasi dan hak asasi manusia, dan kita telah melihat sebuah ironi sejarah di sini: George W. Bush, seorang kanan dari Republikan yang percaya nilai-nilai agama memaksakan membawa demokrasi ke Timur Tengah dan Barak Obama, seorang demokrat kiri dari jenis kanan Amerika secara terbuka telah merestui kekuasaan abadi raja Saudi dan penguasa Mesir.

Karena nama tengahnya, Huessein, tak pelak Obama juga banyak merebut simpati rakyat Arab. Namun, hal itu juga mengundang kecurigaan oleh non-Muslim. Kecurigaan ini tidak hanya ada di Amerika dan Israel. Pidato Obama seperti membuka sejumlah hal yang belum ditulis.

Pertanyaannya adalah apa yang akan terjadi di Washington nanti, dan apakah memang kita akan melihat formulasi rencana yang akan mampu membawa semua anti-Arab dan pro-Amerika kekuasaan di Arab, termasuk Israel, menjadi satu koalisi; dan perlahan-lahan menggerus Palestina, Iraq dan Afghansitan. (sa/ynt)