Dalam wawancara dengan Chicago Tribune, Obama mengatakan akan memberikan "pidato penting" nya di salah satu ibukota negara Islam untuk memperbaiki citra AS di mata dunia Islam. Spekulasi pun bermunculan ibukota Islam mana yang dimaksud Obama, karena Obama tidak menyebutkannya secara spesifik dalam wawancara tersebut.
Para analis juga berspekulasi soal apa isi pidaton Obama nanti dan apa dampak pilihan Obama soal ibukota Islam tadi. Para analis mengatakan, "ibukota negara Islam" yang dipilih Obama bisa berpotensi menjadi "bumerang" politik baginya mengingat dunia Islam yang sangat luas. Apakah Obama akan memilih tempat seperti Baghdad, Kabul atau Islamabad?
Menurut para analis, negara Islam manapun yang dipilih Obama akan menjadi pilihan yang kontroversial. Direktur Al-Ahram Center for Political and Strategic Studies, Abdul Monem Said mengatakan, mayoritas Muslim pasti akan menyebut Kairo, Mesir yang selama ini diklami sebagai ibukota bagi dunia Arab.
"Mayoritas Muslim tentu saja akan menyebut Kairo, kota besar yang metropolis, yang menjadi bagian dari persoalan dan bagian dari solusi dunia Islam," kata Monem Said.
Tapi Hilal Khashan, profesor bidang politik di American University, Beirut tidak sepakat dengan Said. "Kairo, bukan kandidat yang bagus," ujar Kahshan merujuk pada sikap otoriter pemerintahan Presiden Husni Mubarak di Mesir.
"Orang sudah memandang Mesir lagi. Mesir bukan negara yang patut dicontoh dan Mesir bukan tempat yang punya gaung yang kuat bagi umat Islam," sambung Khashan.
Ia juga mengatakan Obama tidak mungkin memilih negara-negara Arab karena semua negara-negara Arab dalam kondisi yang menyedihkan. "Dia (Obama) harus pergi ke suatu tempat yang memiliki latar belakang yang sukses," tukas Khashan.
Sayangnya, Khashan menunjuk Ankara, ibukota Turki yang disebutnya sebagai negara demokrasi sekular yang menjadi model bagi dunia Islam.
Analis asal Yordania, Labib Kamhawi tidak sependapat Turki disebut wakil dari dunia Islam. Menurutnya, Turki terlalu dekat dengan Barat. Dia cenderung memilih Arab Saudi sebagai tempat yang tepat bagi Obama untuk berpidato, karena di Saudi terdapat dua tempat suci bagi umat Islam di dunia yaitu Makkah dan Madinah. Kamhawi berpendapat, jika Obama menyampaikan pidatonya dari Saudi maka gaungnya akan terdengar ke seluruh dunia Islam dan bisa menjadi pesan bahwa Amerika merangkul umat Islam.
Kekurangan Arab Saudi, kata analis lainnya, negara itu dipimpin oleh raja yang otokratis dan Saudi dianggap menerapkan pendekataan Islam yang fundamentalis yang bisa menjadi pilihan yang problematis bagi banyak orang Amerika dan Muslim sekular.
Anthony Cordesman, dari Center for Strategic and International Studies yang berbasis di Washington mengatakan, dimana pun Obama akan berpidato, pasti akan ada orang yang mengkritik. "Tidak ada tempat yang tidak akan menimbulkan persoalan," kata Cordesman apatis.
Mungkinkah Obama akan memilih Jakarta, ibukota negara yang mayoritas penduduknya Muslim dan tempat dimana Obama pernah tinggal saat kecil dulu? Jawabannya, Jakarta bukan tempat tepat jika Obama ingin memperbaiki citra AS di mata dunia Islam, karena Jakarta bukan pusat dari dunia Islam yang punya pengaruh.
Para analis sependapat dalam satu hal, ibukota negara Islam yang dipilih Obama sebagai tempat pidatonya akan menggambarkan apa isi pidatonya. "Bisa saja pidatonya memberikan dampak positif, tapi itu semua tergantung pada isi pidatonya," kata Nimr Hamad, penasehat politik Presiden Palestina, Mahmud Abbas.
"Jika ia (Obama) mengabaikan konflik Israel-Palestina, maka akan muncul reaksi negatif, tapi jika ia bicara dengan semangat yang sama dengan slogan ‘perubahan’ yang ia janjikan dalam kampanyenya, mungkin bisa diterima," sambung Hamad.
"Biar bagaimanapun, isi pidato Obama akan sangat menentukan posisinya," tambah Cordesman. (ln/CT/ISC)