Karena tekanan dan desakan kuat dari para pemuka agama, pemerintah Pakistan akhirnya setuju memasukkan kembali bab-bab yang membahas tentang sejarah Islam, al-Quran dan sunnah dalam kurikulum pendidikan di wilayah North West Frontier Province (NWFP).
Keputusan ini disambut gembira oleh pemuka agama di wilayah Pakistan yang langsung berbatasan dengan Afghanistan itu.
Menteri Penerangan NWFP, Asif Iqbal mengatakan, keputusan pemerintah itu merupakan kemenangan moral bagi mereka.
"Kita memaparkan permasalahan ini dengan argumen yang kuat sehingga pemerintah federal terpaksa menerima desakan kita, " katanya.
Sementara itu, Menteri Pendidikan pemerintah federal Pakistan, Letnan Jenderal Javed Ashraf Qazi dalam keterangan pers, Kamis (9/2) menyatakan, permintaan pemerintah NWFP untuk memasukkan sejarah Islam, Al-Quran dan sunnah dalam kurikulum pendidikan di wilayah itu sah menurut hukum. Sehingga pemerintah menyetujuinya.
"Dengan demikian, polemik ini sudah selesai, " kata Qazi.
Persoalan ini dipicu oleh rencana kementerian pendidikan federal yang akan mengubah kurikulum pengajaran studi Islam, studi Pakistan, bahasa Inggris, Urdu dan kependudukan bagi siswa kelas 3 sampai 10. Amandemen yang diajukan pemerintah federal menuai protes dari masyarakat dan tokoh-tokoh agama di negara itu, karena amandemen itu menghilangkan sejumlah pengajaran tentang Islam, termasuk tentang jihad dalam buku-buku pelajaran.
Pemerintah NWFP dan Balochistan mengancam tidak mau menerapkan kurikulum baru itu di provinsi mereka jika pengajaran agama, khususnya tentang jihad, tidak dimasukkan kembali dalam kurikulum baru itu. Kedua pemerintahan itu juga menuntut agar pengajaran sejarah Islam, al-Quran dan sunnah dimasukkan dalam kurikulum untuk studi Islam dan bahasa Urdu.
Menteri Penerangan NWFP, Asif Iqbal mengatakan, pemerintahnya telah membentuk sebuah komisi pendidikan di bawah pengarahan dari Dewan Syariah dalam melakukan sejumlah pembaharuan dalam kurikulum pendidikan.
Praktisi pendidikan Anwar Ahmad Zai menilai positif keputusan pemerintah menerima tuntutan pemerintah NWFP. Menurutnya, perubahan kurikulum pendidikan memang penting, disesuaikan dengan perkembangan zaman. Tapi yang tak kalah penting, perubahan itu harus positif dan sesuai tujuannya.
Reaksi keras ditunjukkan salah satu persatuan pelajar terbesar di Pakistan Islami Jamiat Talaba. Mereka menuding pemerintahan Musharraf sudah terpengaruh agenda AS dalam mengubah kurikulum pendidikan di Pakistan.
"Kami menunggu draft asli dari revisi kurikulum itu. Kami tidak semudah itu mempercayai kata-kata menteri pendidikan, " ujar Ahmer Hamid, juru bicara Islami Jamiat Talaba.
"Sekularisasi sistem pendidikan atas perintah Amerika Serikat adalah target dari Jenderal Musharraf. Tapi dia harus ingat bahwa faktanya rakyat Pakistan tidak akan membiarkan dia melakukan itu, " tegas Ahmer.
Pemerintah AS menyediakan dana sebesar 500 juta dollar pada pemerintah Pakistan untuk melakukan reformasi dalam kurikulum pendidikannya. Dana itu akan digunakan untuk lima tahun ke depan bagi pembentukan sekolah-sekolah "model" dan madrasah-madrasah di seluruh Pakistan yang tentu saja sistem pengajarannya sesuai dengan keinginan AS.
Sejauh ini, pemerintah AS telah memberikan dana bantuan sebesar 459 dollar pada Agha Khan Board sebuah lembaga baru di Pakistan, yang tugasnya menerapkan sistem pendidikan sekular di Pakistan. Agha Khan Board dibentuk oleh aliran Ismailiyah yang telah berhasil mengelola sejumlah institusi pendidikan di Pakistan, termasuk sebuah sekolah kedokteran.
Terkait dengan dimasukkannya kembali sejarah Islam, al-Quran dan sunnah dalam kurikulum pendidikan di NWFP, kepala Islamic Nizamat-e-Ta’lim Profesor Ishaq Manshoori mengatakan bahwa Pakistan didirikan atas nama Islam dan hanya sistem pendidikan Islam yang bisa diterapkan di negara itu.
"Meski sistem pendidikan yang berlaku sekarang tidak Islami, tapi dihapuskannya materi pendidikan agama akan membuat Pakistan makin sekular, dan hal ini tidak baik, " ujarnya. (ln/iol)