“Poin pertama yang harus dicatat, semua tata bahasa Arab diambil dari Quran. Quran adalah kitab berbahasa Arab paling tinggi. Kitab dengan level literatur tertinggi. Semua tata bahasa Arab diambil dari Quran. Quran adalah textbook tata bahasanya. Karena tata bahasanya diambil dari Quran, maka Quran tidak akan salah. Itu poin pertama,” kata dia.
Sementara poin kedua, Zakir menjawabnya dengan sebuah perumpamaan.
“Ibaratnya Anda mengambil penggaris dan di sana terdapat ukuran. Jika Anda katakan ukurannya salah, kedengarannya tidak logis,” ujarnya.
“Poin kedua, pada suku-suku Arab yang berbeda-beda, kamu tahu bahasa Arab dan Dr. William Campbell pasti setuju denganku. Pada suku-suku Arab yang berbeda, tata bahasanya berubah-ubah. Pada satu suku, kata feminin diartikan maskulin oleh suku lain. Bahkan gender pun berubah-ubah. Jadi, apakah Anda menguji kebenaran Alquran dengan tata bahasa cacat itu?” tegas dia.
Terlebih, menurut Zakir Naik, kefasihan bahasa Alquran terlalu tinggi, bahkan jauh lebih superior. Dia turut membandingkan dengan banyak buku yang beredar di internet.
“Coba lihat 20 kesalahan gramatikal punya Abdul Fadi. Anda pikir orang Kristen yang menemukan hal ini? Tahukah Anda siapa yang menemukannya? Orang-orang Islam. Para ulama Islam seperti Al-Zamakhshari. Yang mereka dapatkan, tata bahasa Quran terlalu tinggi, jauh melewati bahasa Arab konvensional,” pungkas dia.
Zakir Naik pun memberikan beberapa contoh untuk menjawab ke-20 kesalahan dalam Alquran yang disebutkan pria itu.
“Contohnya, seperti dapat kita baca di Quran dikatakan, kaum Luth alaihis salam, mereka menolak para Nabi. Seperti disebutkan Dr. William Campbell, kaum Nuh, mereka menolak para Nabi. Kita tahu dari sejarah bahwa hanya ada satu Nabi yang diutus kepada mereka. Jadi, ada kesalahan gramatikal. Seharusnya Quran menyebut mereka menolak ‘Nabi’ bukan ‘para Nabi’,” imbuhnya.
Jika menggunakan tata bahasa Layman, Zakir Naik menyetujui akan ada kesalahan. Tapi, lain hal jika membaca buku yang ditulis oleh orang Arab.
“Apa sih keindahan Alquran? Keindahannya adalah mengapa Quran merujuk para Nabi bukan Nabi? Anda tahu mengapa? Sebab pesan mendasar yang disampaikan oleh para Nabi itu sama. Bahwa hanya ada satu Tuhan, tentang Tauhid, tentang Allah SWT,” kata Zakir lebih lanjut.
Dengan menyebut kaum Luth dan Nuh menolak para nabi, dia hendak menyatakan, dengan menolak Luth Alaihis Salam, secara tidak langsung mereka menolak semua Nabi, demikian menurut Zakir Naik.
“Lihat keindahannya, lihat kefasihannya, alhamdulillah. Mungkin Anda melihatnya sebagai sebuah kesalahan, tetapi sesungguhnya itu bukan kesalahan. Demikian pula, orang seperti Anis Shorrosh menyatakan, Quran menyebut ‘Kun fayakun’ maka jadilah. Seharusnya ‘Kun fa qaana’ maka jadilah (kata lampau). Kata lampau dalam bahasa Arab ‘Kun fa qaana bukan Kun fayakun. Tetapi ‘Kun fayakun’ lebih superior. Dikatakan, Allah – it was, it is dan can do. Past, present and future (lampau, sekarang dan akan datang)” tutup dr. Zakir Naik.[viva]